May 14, 2012

How Safety is Flying To/From Soeta Airport?


This weekend, I was just busy watching the sad news on the crash of the Sukhoi Superjet 100 (SSJ-100) on last Wednesday. Almost all TV stations were busy providing updated news directly from the location. The plane, which left Jakarta’s Halim Perdanakusuma Airport, was doing a demonstration flight when it tragically slammed onto the steep slopes of Mount Salak in West Java.

This brought up to my concern about the flying profession and airline industry and its management in Indonesia. Below is an article written by a Chappy Hakim, a previous Commandant of an Air Force Base, The Operation Director of The Air Force Head Quarters, Governer of The Air Force Academy, Assistance to the Chief of Staff of the Personal Department, and General Commander of the Indonesian Armed Forces Academy.

[Sukhoi Superjet 100, 3 days before the crash]

Bulan lalu beredar berita tentang betapa amburadulnya terminal Bandara Soekarno- Hatta yang sudah dianggap mengancam keselamatan penumpang sehingga muncul wacana pemindahan sebagian penerbangan domestiknya ke Pangkalan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma.

Mari kita tinggalkan saja sejenak terminal Bandara Soekarno-Hatta yang memang sudah mirip wajah stasiun Kereta Api itu. Ada masalah yang lebih darurat untuk segera ditangani, selain keselamatan penumpang di terminal, yaitu keselamatan penerbangan itu sendiri.

Keselamatan penerbangan yang dimaksud di sini adalah keselamatan alur take off dan landing pesawat terbang di Aerodrome (Pelabuhan Udara) Soekarno-Hatta, Cengkareng.Saat ini,di Aerodrome Soekarno-Hatta sudah tidak tersedia weather radar dalam perangkat air traffic control (ATC) atau pengatur lalu lintas udara.

Dengan demikian, para pengawas di ATC tidak memiliki kemampuan menginformasikan kondisi cuaca yang akurat secara real time di kawasan take off dan landing Aerodrome Soekarno- Hatta.    Kondisi radar lainnya (traffic radar) yang berfungsi untuk memonitor atau memantau lalu lintas penerbangan sudah tua karena sebenarnya sudah harus diganti dengan yang baru sejak lima tahun lalu.    Transmitter atau pemancar radio dari menara pengawas kondisinya juga tidak jauh berbeda dengan traffic radar sehingga kerap instruksi yang diberikan pengawas traffic kepada pilot menjadi kurang jelas.

Para pengatur lalu lintas udara yang jumlahnya hanya 300 orang, dengan proses kaderisasi yang agak terhambat, merupakan permasalahan lain yang juga menuntut perhatian karena jam kerja mereka bisa bertambah, terutama untuk menangani lalu lintas udara pada jam-jam sibuk.    Kekhawatiran tentang keselamatan penerbangan terutama terjadi pada jam-jam sibuk take off dan landing, yaitu di pagi hari antara jam 06.00 hingga 08.00 WIB dan petang hari antara pukul 16.00 hingga 20.00 WIB.

Menurut data, pada jam-jam sibuk Aerodrome Soekarno-Hatta harus menampung 67 pesawat per jam.    Adapun kapasitas runwayyang tersedia hanya untuk menampung maksimum 52 pesawat per jam.    Sekadar data tambahan, pada 2009 pergerakan pesawat per hari di Indonesia telah mencapai  3.534  yang dengan perkiraan pertumbuhan 5% saja, pada 2015 pergerakan pesawat per hari akan mencapai angka 4.510.    Adapun pergerakan pesawat di Aerodome Soekarno- Hatta per tahun pada 2009 telah mencapai 111.000.

Dengan perkiraan pertumbuhan 5% per tahun, pada 2015 pergerakan pesawat akan menembus angka 156.000.    Tidak begitu jelas, apa penyebab terlambatnya peremajaan alat bantu pengatur traffic di Bandara Soekarno-Hatta ini.   Namun, konon, karena tindak lanjut dari UU penerbangan yang baru disahkan tahun lalu menyebutkan bahwa harus segera dibentuk ATC single provider (jasa pelayanan tunggal dari pengatur lalu lintas udara, yang selama ini terdapat lebih dari dua provider) dalam dua tahun setelah UU diundangkan.

Maka, proses peremajaan pun harus menunggu terbentuknya institusi tersebut. Adapun sampai saat ini, pembentukan ATC single provider statusnya “belum terdengar”.Yang turut memperparah traffic penerbangan pada take off dan landing adalah adanya restriksi (pembatasan) alur pesawat di atas kawasan Cengkareng serta Jakarta dan sekitarnya yang mengharuskan penerbangan pendekatan menuju runway 07 left dan 07 right harus dilakukan hanya dari satu arah tertentu saja.

Ini pula yang menyebabkan bertumpuknya antrian pesawat (bottle neck) dalam proses take off dan landing, terutama pada jam-jam sibuk tadi.    Kondisi ini membuat para penerbang dan petugas pengatur lalu lintas udara harus super ekstra hati- hati.   Keteledoran sedikit saja pasti akan berbuah fatal.   Itulah sebabnya, sekuel take off dan landing di Aerodrome Soekarno-Hatta belakangan ini tidak pernah diberikan kepercayaan kepada para pilot yunior.   Bahkan para pilot senior pun mengakui harus ekstra konsentrasi dan sangat melelahkan (fatigue) apabila melaksanakan misi penerbangan di Aerodrome Soekarno- Hatta.

Belum lagi keluhan para pilot akan hadirnya “layangan” di bulan-bulan tertentu pada alur final approach runway Soekarno- Hatta (alur menjelang pendaratan) dan gangguan asap rutin yang terjadi di bulan-bulan lain sebagai akibat dari permainan mercon dan petasan di sekitar Aerodrome Soekarno-Hatta.    Khusus untuk hal ini, pihak otoritas pelabuhan udara (airport authority) memang telah membentuk tim yang melakukan pendekatan kepada penduduk setempat yang bermukim di sekitar pelabuhan udara.

Keseluruhan hal di atas menuntut kita semua untuk segera mengambil langkah segera untuk mengatasi permasalahan yang tidak sederhana dan membahayakan keselamatan terbang tersebut.   Perhatian yang cukup besar dari pemerintah terhadap dunia penerbangan akhir-akhir ini juga perlu ditindaklanjuti agar kondisi yang “membahayakan” di Aerodrome Soekarno-Hatta (yang tidak atau kurang terekspos) dapat cepat ditangani.

Sulit untuk dibantah bahwa dalam soal take off  dan landing di  Aerodrome Soekarno-Hatta dibutuhkan para penerbang “jagoan” dan pengatur lalu lintas udara yang “super terampil”.   Tentang ini, konon para penerbang Singapore Airlines yang akan dicek kualifikasinya sebagai captain pilot, ajang ujiannya adalah di Aerodrome Soekarno- Hatta. Bila mampu take off dan landing di aerodrome ini dengan mulus, dipastikan sang captain pilot tidak akan menemui kesulitan apa pun untuk take off dan landing di aerodrome mana saja di seluruh dunia!

Chappy Hakim
Penerbang, Pemegang ATPL
(Airlines Transport Pilot Licence) No 2391

No comments: