December 23, 2010

Girl Stuff


I was so excited when I saw this book at Border Book Store, Singapore, when I was there two weeks ago. I just remember my loving niece, Christie, and would like her to read and love this book too, as I do ! I wish I would have had this book when I was growing up !

It isn't easy being a girl today, I know it from my experience too though ! :) So I wish that this book could be a friend to the teen's journey of my Christie !

To my Christie, as you are a teenager young girl now, and these coming years might be the most important years of your life. It's your life ! Your time ! Love it and live it ! Grab on to the adventure ! Dream and plan ! Take the good with the bad, and stay true to yourself and be good to others along the way.

I love you, and proud to be part of your life, watch you grow from where I am today. And as you grow into the woman you are meant to be, I hope you are blessed with joy, love, fulfillment, peace and wisdom.

Just celebrate how fantastic it is to be the gender that has so much complexity, and, without a doubt, so much power !

November 16, 2010

One of My Sad Story in Papua


There's something wrong with yahoo email system. One old email that I sent on last four years ago (!!!) keep sending back to my inbox on this week. So it's kind of pushing me to re-read the message again, and it reminds me of my old days while living in Papua. Especially it reminded me to the poor family that I met on the trip, and to one baby boy suffered with malnutrition during my field visit to Jayawijaya highland. I tried to did my best to help the baby, but latter I have to watched him die.

Four years after, today, ... still Papua reported as the highest risks of death due to malnutrition and also maternal mortality.

This posting is just another story in my life. From what I see, from what I've learned, in life and about life !

******

From: Lia Marpaung -Abidin [mailto:lia_rina_marpaung@yahoo.com]
Sent: Friday, May 19, 2006 7:47 PM
To: TAF Alumni; 'Hari Kusdaryanto (E-mail)'; 'R. Alam Surya Putra (E-mail)'; Helga Sianturi; Anna Dartania; Gindo Sianturi; roger@swanidobiak.com; 'Hannah & Charles'; Osa Hartoyo; Medianero Luis Miguel; Iwan Kurniawan; Noni Jade
Subject: Sad Reality - My Story in Papua


Dear Friends,

Yesterday together with one of our Unicef consultant and his family, we went to Depapre in Jayapura sub-district (2 hours driving from Abepura/Kotaraja, my house area) to visiting one of health center there. Then coming back from the mini-loc meeting with Depapre health staff, we went to the Genyem area. After driving about 3 hours in a very bad condition of the local road, and not really having breakfast, we realized we were very starving. Unfortunately there were no restaurant or even small warung ! So when we saw a little sales booth (selling pinang) which was attached to a house, we stopped the car and I got out to ask the lady if she could make us something to eat and we would pay her. Well, she actually took me into her kitchen in her house where I saw with my own eyes that the only thing she had to eat were green bananas ! Pisang mengkel !!! I asked her "do you have any vegetables? Any sagu, any keladi, greens, petatas ??? ( i didnt dare to ask if she had rice).... and the answer was always 'no'. So I asked "what did you eat last night ?" and the answer was boiled bananas. I asked her, what do your meals usually consist of and she smiled and replied "boiled bananas".... well i told her "okay, i would like to order boiled bananas". I asked her how much that would be and she had no idea so I asked her to make me 10,000 rupiah worth of boiled bananas :-)

I kid you not when I say she overloaded a plate with boiled bananas !!! The kids of my colleague didnt really like it and so am I ! I did ate a few boiled bananas just because am so damned hungry ! Then we ended up hiding the remaining boiled bananas in the car and gave the lady back an empty plate.

I know we have read the reports about the nutritional challenges in Papua but seeing it for myself reinforces my opinion that change here needs to come from concentrated supporting activities and not "one off" events. These people need to be shown (if possible) on a daily basis what to eat, what to cook and be continually encouraged to maintain the new lifestyle until they do it on their own and continue to do it on their own once the (unicef ?) facilitators leave.... of course easier said than done....:-)

Anyway, this is just some story from our field visit yesterday ... this time is from the nearest town nearby jayapura city ! Last week i went to a small village in Biak island, the local food is even better .... at least, together with the local people, i can ate "sagu" with fresh fish ... ( am starting enjoying their "sagu" now :-)

Lia,
from West Papua

November 15, 2010

Catatan untuk Pasangan Beda Agama (PBA)

Berikut ini adalah tulisan teman, Ari Perdana, di milis Kawin Campur, yang saya posting disini.

Ari (muslim) yang menikah dengan Julie (katolik) dan telah dikarunia seorang anak perempuan cantik dan lucu bernama Cemara, tidak percaya dengan pendapat yang mengatakan "pernikahan beda agama lebih sulit dipertahankan karena melibatkan agama yang berbeda", atau "beda suku saja sulit, apalagi beda agama."

Pernikahan adalah penyatuan dua individu, yang memiliki karakter berbeda, jadi sudah tentu pastinya diperlukan penyesuaian. Dan dua individu yang menyatu dalam jalinan pernikahan juga memiliki latar belakang berbeda, baik itu suku, pendidikan, culture keluarga, kebiasaan, termasuk agama. Tidak ada teori/best practice, semua hubungan, semua pernikahan adalah unik. Semua bisa sama sulitnya. Tinggal bagaimana ke-dua individu yang mau berjanji sehidup-semati menjaga komitmennya, punya tujuan besar, untuk mengalahkan semua perbedaan.


**********

Di milis kawincampur, pertanyaan paling sering diajukan oleh beberapa teman yang sedang menjalani hubungan dengan pasangan yang berbeda agama, dan tengah memikirkan untuk memasuki jenjang pernikahan, adalah “apa yang harus disiapkan/dilakukan?”

Jawaban atas pertanyaan itu ada dua aspek: soal mental, dan prosedural. Saya akan membagi beberapa hal terkait yang pertama. Intinya, yang terpenting dari semua ini adalah apa yang anda sendiri pikirkan dan rasakan. Jadi, tanyakan beberapa hal berikut ini.

Pertama -- ini standar untuk semua pasangan, bukan hanya yang beda agama. Apakah anda sudah benar-benar yakin, bahwa anda dan pasangan memang punya cita-cita bersama yang ingin dicapai? Bagaimana anda anda di masa depan, dalam 5, 10, 20, 50 tahun lagi bersama dia? Seberapa yakin atau tidak yakin anda atas masa depan yang akan anda lalui bersama?

Kedua -- coba mulai bertanya, apakah anda dan pasangan sudah siap dan sudah bisa menanggalkan semua ego? Okelah, bisa aja kita bilang, tidak ada masalah dengan pernikahan beda agama. Saya akan membiarkan pasangan gue dengan keyakinannya.

Tapi coba tanya lagi ke diri sendiri, apakah kita masih punya harapan atau gambaran ideal akan keluarga yang ke gereja/masjid bareng? Apakah masih ada 'idealisme' bahwa suatu ketika saya akan mengajak pasangan saya ikut agama saya? Apakah masih ada keinginan bahwa anak-anak harus ikut agama kita, dan tidak rela kalau ikut agama pasangan kita. Apakah kita masih menganggap bahwa kalau anak tidak seagama dengan kita maka doanya tidak akan terkabul, dan kita tidak bisa mendoakan keluarga kita?

Kalau masih ada hal-hal spt ini, lebih baik dikaji ulang. Mungkin sekarang, karena masih semangat untuk bersama, ini tidak keliatan. Tapi akan lebih repot kalau hal-hal seperti ini muncul belakangan.

Ketiga -- coba tanya lagi ke diri sendiri, apakah masih merasa berat untuk menjalani pernikahan beda agama karena takut dosa? Intinya begini. Setidaknya dari sisi Islam, ada banyak pandangan tentang pernikahan beda agama. Banyak yang bilang haram. Tapi banyak juga yang bisa memberikan argumen sebaliknya. Saya pribadi menghargai pendapat yang mengatakan itu haram. Tapi saya merasa yakin, dan nyaman, dengan pendapat yang mengatakan sebaliknya. gue merasa itu nggak salah, dan gue bisa menemukan argumen2 yang mendukung pendapat ini.

Tapi kalau sudah mendengar semua pandangan dan masih ada keraguan, masih merasa ada ketakutan untuk ‘berbuat dosa’, lebih baik berpikir ulang.

Keempat -- coba uji diri anda dengan sebuah kondisi hipotetis. Andaikan anda harus memilih antara menyenangkan keluarga atau meraih cita-cita bersama anda dan pasangan. Bisakah anda dengan yakin mengatakan, "I love my family but this is my life..."

Betul, kita tidak ingin konflik dengan keluarga. Kita ingin semua bisa berjalan mulus. Tapi mental exercise ini perlu untuk menguji kita, seberapa kita berani untuk menghadapi semua risiko. Kalau ternyata masih ada keraguan untuk itu, lebih baik berpikir ulang di saat ‘biaya’ untuk berpisah masih belum besar.

Pengalaman pribadi. Saya pernah dalam situasi ini dan mengajukan pertanyaan yang sama pada diri saya sendiri. Dan jawaban saya adalah: saya memilih hidup saya, dan masa depan saya bersama pasangan saya. Saya menyayangi keluarga saya. Dan hati ssaya akan hancur kalau sampai harus musuhan. Tapi saya akan lebih menyesal kalau saya tidak bisa memilih jalan hidup saya sendiri yang saya anggap benar.

Sejujurnya, saya sempat ada di titik dimana saya sudah bersiap-siap untuk jalan sendiri dengan pilihan saya. Secara harafiah, saya sudah menyiapkan kopor untuk angkat kaki. Akhirnya, saya bersyukur kalau opsi itu tidak perlu gue pilih.

Nah, kalau anda sudah ‘lulus ujian’ di atas, barulah kita bisa bicara soal2 yang teknis.

Pertama -- bagaimana pendekatan pada keluarga. Dalam kasus saya dulu, tantangan paling berat adalah ke ibu. Butuh dua tahunan buat saya untuk meyakinkan beliau. Tak terhitung berapa kali terjadi adu argumen adu referensi yang dipakai, bahkan saling membawa ahli agama yang bisa mendukung posisi masing-masing (saya mengajak ibu saya ke pak Zainun Kamal). Sampai akhirnya saya mengindikasikan, kalau memang beliau masih tidak bisa menerima argumen sata, apa boleh buat. Saya akan jalan sendiri.

Nah, ketika akhirnya ibu saya sudah bisa menerima, keluarga besar lain ya tidak punya pilihan lain selain merestui. (kalau tidak nggak, ya lalu mau bagaimana lagi memang?). Kondisi tiap orang pasti beda2. Tapi poin saya adalah, "win your most important supporter in the family."

Kedua – argumen seperti apa yang harus disampaikan. Ada hal2 yang paling sering dilontarkan. Misalnya: "kalo beda agama pasti nggak akan cocok," "nanti anaknya kasian," "kan nggak boleh sama agama," “tidak direstui Tuhan,” dan sebagainya. Ini memang harus dibahas kasus-per-kasus.

Tapi intinya, setiap pernikahan punya potensi masalah. Yang seagama juga punya banyak potensi masalah. Yang satu merasa yang lain kurang taat, atau kelewat taat (jadi suka maksa beribadah). Dan masalah-masalah lain yang tidak ada hubungannya sama keyakinan.

Di sisi lain, pernikahan beda agama nggak harus jadi masalah. Juli, istri saya, selalu menemani bangun sahur, dan kalau pas di rumah, kita berbuka bareng. Saya nggak merasa ada yang kurang dengan kenyataan bahwa ia tidak ikut puasa. Setiap minggu saya mengantar ke gereja. Di sana kalau nggak main dengan si kecil Rara, saya baca buku di luar. Dan kayaknya saya malah lebih hafal jadwal misa dari Juli. Selama ini, itu semua bisa berjalan secara natural.

Saya kenal banyak pasangan lain yang bisa mengarungi pernikahan beda agama relatif tanpa masalah. Sebaliknya, banyak pasangan seagama yang bermasalah, bahkan hingga pisah. Saya tidak punya statistik, tapi saya yakin, % pasangan beda agama yang berpisah lebih kecil dari % pasangan seagama yang berpisah.

Dan saya punya teori untuk itu: kalau kita sudah memutuskan untuk menikah dengan pasangan berbeda agama, kita butuh punya rasa cinta yang jauh lebih besar dari pasangan pada umumnya. Karena untuk bisa mengarungi berbagai tantangan dari keluarga dan lingkungan, kita perlu passion yang jauh jauh lebih besar untuk mengalahkan itu semua. selain itu, kita juga akan berusaha untuk menunjukkan bahwa kita bisa menjalankan ini semua. itu semua akan membuat ego individu lebih kecil. Setidaknya ini yang terjadi antara saya dan Juli, juga beberapa teman yang saya kenal.

Tapi sekali lagi, kita perlu berpikir 100 kali sebelum memutuskan untuk menikah. Kalau kebetulan pasangan kita berbeda agama, kita perlu berpikir 1000 kali. Tapi, sadari juga bahwa banyak PBA yang sukses berumah tangga. Karena kesuksesan sebuah pernikahan, sebenarnya, bukan ditentukan oleh sama atau bedanya agama si pasangan.

November 3, 2010

This Time Trying Malaysia Underwater





On last October 20-25, 2010, together with a group of Thailand divers from The Living Sea, I went for diving in Sabah state of Malaysia. Its located at the Celebes sea, east of the major town of Tawau, and off the cost of Borneo, East Indonesia on the island of Borneo, or now known as Kalimantan.

From Jakarta, I must flied to Kuala Lumpur, it's about 2 hours, then continued by another flight to Tawau for about 2.5 hours, took a car driving for about 1 hour to Semporna city, stayed for a night at Sea Fest Hotel as we arrived on the late evening, and continued on the next day early morning, this time by speed boat for another 1 hour journey to Mabul Island. We stayed here at a very beautiful resort of Sipadan Water Village. I love this resort very much !!!

I was honestly quite shocked when I witness the beauty of the islands that we visited : Mabul, Siamil, Kapalai, and Sipadan. Especially the underwater scenes and the rich of its marine creatures. I love turtles, and I found them many in those islands ! I love sharks, and I met lots of white tip sharks, swimming elegantly ! School of Barracuda, Jack fish, Bumphead, Napoleon, and many others ! Including, amazingly, just in front of the resort, at the Paradise 2 site, for the first time I finally seeing many of beautiful mandarin fish !!! I visited Ambon in Mollucas Island and to Bunaken in North Sulawesi last year, but failed to seeing them ! Less than a week diving in Sipadan and its surrounding is just not enough for me !!! :)

As Indonesian, and honestly have this kind of dislike feeling to Malaysian (for many times they claimed and steel many of our assets, including the island of Sipadan and Ligitan), I was unsure to join into this trip, and have a feeling that the islands won't be as beautiful as many other islands in Indonesia. But I was wrong, and have to admit on the good work that the Government of Malaysia has done to protect and maintain the islands. With a big heart, I must say that we, specially our government, must learn from what they do in term of protecting the nature of its island. The Malaysian government announced restrictions on the number of tourist visiting the island of Sipadan, only 100 divers daily. By doing this, it protect the nature and the life underneath. I wish our government seriously consider to do the same such as for diving restriction in Nusa Penida Islands in Bali. Just to let you know, that during Mola's season, there will be hundreds divers down at the island, don't you think it will scary the marine creatures there, and on the same time it may destroy the environment too !

Another story of my life, another diving, and this time at Malaysia underwater !

November 2, 2010

Happy Birthday, Bapak Marzuki Alie ...

Indonesia sedang berduka. Berbagai bencana menimbulkan korban begitu banyak putera-puteri negeri ini, datang silih berganti. Jika saja airmata kesedihan yang tercurah dari mereka yang ditinggalkan dapat terkumpul, sepertinya telah dapat membentuk lautan baru di negeri bahari ini.

Belum habis duka kita akan bencana yang terjadi di Wasior, Papua, gempa dan tsunami di Kepulauan Mentawai, Sumatra dan meletusnya Gunung Merapi di Jawa Tengah, seakan saling berlomba menambah curah airmata di bumi ini.

Namun ada satu "bencana" lagi yang membuatku terhenyak, dan sungguh bersedih. Bencana krisis empati dan kepedulian anak bangsa khususnya para pejabat alias pemimpin negeri !

Kepada merekalah, para pemimpin negeri, jutaan rakyat yang terkena bencana saat ini seharusnya dapat mengandalkan dan meraih harapan mereka kembali. Namun ternyata bukan secercah harapan yang ditawarkan, melainkan ucapan dan tindakan yang justru menambah derasnya curah airmata korban bencana !

Marzuki Alie. Sang Ketua DPR RI periode 2009-2014 dari Partai Demokrat. Kelahiran Palembang, Sumatra Selatan pada 6 November 1955. Entah apa yang dipikirkannya sebelum beliau mengucapkan perkataan yang ternyata (kembali) menimbulkan kontroversi dan melukai begitu banyak anak negeri, termasuk konstituennya sendiri (termasuk diriku yang juga memberikan suaraku pada Partai Demokrat di masa pemilu lalu!).

Mulutmu, harimaumu ! Maka berhati-hatilah terhadap keluaran "pabrik kata-kata"mu.

Bukan ucapan penghiburan dan simpati yang terucap kepada masyarakat Kepulauan Mentawai, ketika 394 orang tewas, 313 orang hilang dan 23,000 orang mengungsi dan kehilangan tempat tinggal serta harta bendanya.

"Salah sendiri kenapa hidup di pantai. Siapa pun yang takut kena ombak jangan tinggal di pinggir pantai. Mentawai itu kan pulau. Jauh itu. Pulau kesapu dengan tsunami, ombak besar, konsekuensi kita tinggal di pulaulah". Dan kemudian beliau menyarankan agar masyarakat direlokasi ke daratan.

Sebelumnya, terkait rencana kunjungan para anggota dewan ke luar negeri yang bertepatan dengan terjadinya berbagai bencana, dan munculnya wacana agar para anggota dewan menunda kunjungan "study banding" mereka, sang pemimpin juga mengatakan bahwa tugas DPR adalah melakukan pengawasan bukan tanggap darurat, sehingga kunjungan ke daerah maupun luar negeri tak boleh ditunda.

Ucapan beliau yang sebentar lagi akan berulangtahun ke 55 tahun, usia dimana kematangan dan kearifan selayaknya telah diraih, rasanya memberi luka yang mungkin terasa lebih menyakitkan ketimbang terjangan gelombang tsunami. Sang pemimpin wakil rakyat yang tidak lagi berempati terhadap rakyatnya. Sepertinya kepedulian dan empati hilang raib ketika kursi dan tahta telah diraih, ketika telah mencapai puncak kejayaannya dan lupa mereka yang dulu berjuang bersamanya.

Selamat ulangtahun, pak Marzuki. Ditengah berbagai kekecewaan dan mungkin juga makian karena ucapan anda, semoga tetap membuat anda mampu berzikir dan merenung. Apakah sesungguhnya yang anda inginkan saat hendak meraih kursi DPR ? Membangun Indonesia dan memajukan masyarakat kah ? Atau meraih kepentingan anda semata dan melukai berjuta rakyat Indonesia. Hanya anda yang mampu menjawabnya.

Ohya ! Sekedar saran dari suara yang terlupakan: suara saya ketika mempercayakan hak pilih saya kepada anda. Di saat waktu senggang anda, cobalah pelajari lagi ilmu antropologi dan sejarah Indonesia, akan bermanfaat membuat anda mengerti bahwa tidak mudah merelokasi masyarakat dari satu daerah ke daerah lain. Pelajarilah sejarah negeri dan berbagai budaya masyarakat Indonesia. Juga, pecat konsultan komunikasi anda saat ini ! Carilah seorang konsultan komunikasi sekaligus konsultan politik, yang memang mampu membantu anda bekerja. Dan akuilah bahwa memang anda lemah dalam berkomunikasi, bangunlah empati anda ! Itulah dasar hakiki jika anda ingin menjadi pemimpin: miliki hati dan kepedulian !

October 27, 2010

Mother


"Every time I see a mother with an infant, I know I am seeing a woman at work. I know that work is not leisure and it is not sleep, and it may well be enjoyable. I know that money payment is not necessary for work to be done. But again, I seem to be at odds with economics as a discipline, because when work becomes a concept in institutionalized economics, payment enters the pictures. So my grandmother did not work, and those mothers I see with their infants are not working. No housewives, according to this definition, are workers".

[Quotes by Marilyn Waring]

October 6, 2010

Mola's Performance




These are some photo that I've taken during my last weekend dive gateway to Penida Island in Bali. This time trip was truly my lucky day ! It seemed that the ocean and the living sea there were smiling to me and my group. In this trip, we had 3 dives across the Penida Island which were at the Christal Bay site, the Manta Point, and last at the Cave site.

During our first dive at Christal Bay, we met the underwater diva: the Mola-mola or the Oceanic Sunfish, the heaviest known bony fish in the world with average adult weight of 1,000 kg ! Mola is actually live in 300 m depth below, but during the period of July-early November you may find this unique creatures at above 40 m depth. And I consider my self as "a lucky blessed" diver for this last Saturday, I met Mola in a minute after I jumped in to the blue water, at 17 m depth only, and she was having his skin cleaning performance for more than 20 minutes. I was about less than a meter away from her. This was my very best intimate moment with her. We were so close to each other, and she didn't even scared of me, I felt she even come closer to me specially when I shot my underwater video on her ! Yaay .... !!! :) Many divers from around the world are coming to Bali during this season just to see her, some of them could see her for a minute before she goes down again to the deep blue water, some could see her only on a very deep dark down there (sometimes we may need to go down to below 40 m depths!), but heiiii, 'am trully lucky right to see this beautiful Mola in almost every dive trip that I have in this Penida Island :)

In my second dive at Manta Point, I met the Black King Manta, one of the rare manta species to see at this site. Oh ya ! On our way from the 1st dive spot to the 2nd one, on the middle of the sea we met with a group of dolphins ! Another living attraction from the marine creatures and its trully awesome !!! At the 2nd dive we had which was the underwater cave diving, surprisingly I met with one sleeping white tip shark ! yess....shark !!! So close, a meter away from me and my buddy !!! And last we met with a giant lobster ! Hahhh, what a complete package of diving, all in a day trip only !

I just falling in love with those underwater creatures, especially the Mola ! :)

October 1, 2010

Deeper Than The Ocean

As a diver, my last dive log was diving deep down the ocean till maximum 43 meters depth. It was sometimes beautiful down there, sometimes nothing than just dark ocean. As a diver, I am also now learning to understand the ocean better, its movement, its mood. The ocean is in a good mood when you find the surface calm and flat. When he become moody and upset, you can slowly seeing him moving from a weak to medium, to a very strong currents ! But we can always predict his mood.

Unlikely human's heart ! For it has hidden "treasures". In secret kept, in silence sealed: the thought, the hopes, the dreams, the pleasures, the wild passion. Whose charms were broken if revealed. Human life possesses a potential deeper than the great wide ocean, and vaster than the sky above.

Dare to explore your own heart ? Your deep down secret which you may never thought about it before ? Dare to understand it ? Dare to admit it ? I did ! For I lately found about another me. For I take the chance and discover my own secrets as another fact of my very best friend and my truly soul-mate: this heart, with no border, no limitation and the deep down hidden passion inside, try to come out, and surprising my own self !

I just had a journey to my own heart !



September 28, 2010

No Impunity !



"No matter how strong the wall of impunity is built by perpetrators and those who protect them, a time will come when that wall crumbles through the seeds of simple initiatives by victims."

Satu Tahun Rekomendasi DPR : Mau Dibawa Kemana ?


Korban, keluarga korban, dan orang tua korban pelanggaran HAM serta penculikan aktivis kemarin mendirikan tenda keprihatinan di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Rencananya mereka akan tinggal dan menginap di dalam tenda tersebut, sebagai bentuk kekecewaan dan ketidakpercayaan terhadap apa yang telah pemerintah kerjakan selama ini, khususnya terkait penangangan kasus orang hilang.

Setahun sudah berlalu sejak Pansus DPR memberikan rekomendasi mengenai kasus penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi 1997/1998, dan hingga kini belum direspon Presiden SBY. Rekomendasi DPR kepada Presiden tersebut antara lain: pembentukan pengadilan HAM adhoc, pencarian terhadap 13 aktivis yang masih dinyatakan hilang, rehabilitasi dan pemberian kompensasi kepada keluarga korban yang hilang, serta meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik penghilangan paksa di Indonesia.

Nyatanya, aksi keluarga korban kemarin berakhir dengan ditangkapnya 30 orang dari mereka, dengan alasan melakukan pelanggaran aturan unjuk rasa melebihi toleransi waktu yang diberikan. Padahal di banyak negara, bahkan di Amerika, selama bertahun-tahun ada sekelompok masyarakat berunjuk rasa dan menginap di depan White House, tanpa ditangkap oleh aparatnya. Sedang di negeri ini, nyatanya FPI yang sudah terlalu sering bertindak anarkis, bahkan mendapat perlakuan lebih terhormat daripada keluarga korban ! Sungguh tidak adil !

It is truly ironic that while more and more nations around the world are courageously taking radical measures to address past crimes against humanity, leaders in Indonesia still suffer from amnesia about the past and fail to uphold justice....


September 26, 2010

Eclamsia - Pembunuh Ibu Hamil

Preeclampsia (pre-e-klam-si-a) atau toxemia, adalah suatu gangguan yang muncul pada masa kehamilan, umumnya terjadi pada usia kehamilan di atas 20 minggu. Gejala-gejala yang umum adalah tingginya tekanan darah, pembengkakan yang tak kunjung sembuh dan tingginya jumlah protein di urin.


Preeclampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan pada wanita yang memiliki sejarah preeclampsia di keluarganya. Resiko lebih tinggi terjadi pada wanita yang memiliki banyak anak, ibu hamil usia remaja, dan wanita hamil di atas usia 40 tahun. Selain itu, wanita dengan tekanan darah tinggi atau memiliki gangguan ginjal sebelum hamil juga beresiko tinggi mengalami preeclampsia . Penyebab sesungguhnya masih belum diketahui.


DETEKSI PREECLAMPSIA

Tidak ada uji khusus untuk mendiagnosa preeclampsia. Pemeriksaan tekanan darah yang rutin dapat membantu mendeteksi adanya preeclampsia karena pengingkatan tekanan darah yang drastis setelah usia kehamilan di atas 20 minggu (sistolik di atas 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg; atau peningkatan 30 mmHg untuk sistolik dan 15 mmHg untuk diastolik) merupakan pertanda awal kemungkinan terjadinya preeclampsia. Melalui tes urin dapat dideteksi adanya kandungan protein di urin (proteinuria). Jika terdeteksi, sebaiknya seringlah mengunjungi dokter sekurang-kurangnya sekali seminggu.


RESIKO PREECLAMPSIA UNTUK IBU DAN BAYI

Ibu hamil yang mengalami preeclampsia berisiko tinggi mengalami keguguran, gagal ginjal akut, pendarahan otak, pembekuan darah intravaskular, pembengkakan paru-paru, kolaps pada system pembuluh darah, dan eclamsia, yaitu gangguan tahap lanjutan yang ditandai dengan serangan toxemia yang bisa berakibat sangat serius bagi ibu dan bayinya.

Pada bayi, preeclampsia dapat mencegah plasenta (jalur penyaluran udara dan makanan untuk janin) mendapat asupan darah yang cukup, sehingga bayi bisa kekurangan oksigen ( hypoxia) dan makanan. Hal ini dapat menimbulkan rendahnya bobot tubuh bayi ketika lahir dan juga menimbulkan masalah lain pada bayi, seperti kelahiran prematur sampai dengan kematian pada saat kelahiran (perinatal death).

Tetapi banyak wanita penderita preeclampsia tetap melahirkan bayi yang sehat. Hal ini karena preeclampsia dapat dideteksi lebih awal apabila calon ibu rajin merawat kehamilannya.

CARA MENGATASI PREECLAMPSIA

Apabila Anda mengalami preeclampsia, melahirkan adalah cara yang paling tepat untuk melindungi Anda dan bayi Anda. Tapi hal ini tidak selalu harus dilakukan, karena bisa jadi bayi Anda terlalu dini untuk dilahirkan.

Apabila kelahiran tidak memungkinkan karena usia kandungan yang terlalu dini, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengatasi preeclampsia sampai bayi dinyatakan cukup umur untuk bisa dilahirkan. Langkah-langkah tersebut meliputi penurunan tekanan darah dengan cara istirahat total (bed-rest) atau dengan obat-obatan, dan perhatian khusus dari dokter. Pada beberapa kasus, bisa jadi diperlukan opname di rumah sakit.

Salah satu cara mengendalikan tekanan darah ketika Anda tidak sedang hamil adalah dengan membatasi jumlah garam pada makanan Anda. Namun hal ini bukanlah ide bagus apabila Anda mengalami hipertensi pada saat hamil. Tubuh Anda membutuhkan garam untuk menjaga aliran cairan tubuh, jadi Anda tetap membutuhkan asupan garam dalam jumlah normal. Dokter Anda akan menginformasikan berapa banyak jumlah garam yang Anda butuhkan perhari dan berapa banyak jumlah air yang harus anda minum tiap harinya.

Dokter anda mungkin akan memberikan aspirin atau tambahan kalsium untuk mencegah pre-eclamsia. Dokter mungkin juga akan menyarankan Anda untuk berbaring pada sisi kiri anda saat anda beristirahat. Hal ini akan meningkatkan aliran darah dan mengurangi beban pembuluh darah besar Anda. Banyak dokter memberikan magnesium sulfat selama proses melahirkan dan beberapa hari setelah melahirkan untuk mencegah eclamsia.

GEJALA-GEJALA PREECLAMPSIA

Apabila Anda sedang hamil dan mengalami gejala-gejala seperti di bawah ini, segeralah hubungi dokter anda :

Sakit kepala yang parah
Muntah darah
Pembengkakan yang berlebihan pada kaki dan tangan
Jumlah urin yang sedikit atau tidak ada urin
Kencing disertai darah
Denyut jantung yang cepat
Pusing
Mual berlebihan
Telinga berdengung
Muntah berlebihan
Mengantuk
Demam
Penglihatan ganda
Penglihatan buram
Kebutaan tiba-tiba
Nyeri pada perut

Tingginya Kematian Ibu Hamil di Indonesia

Saat berkumpul bersama teman-teman perempuan saya semalam dan diulang lagi dalam account twitter (@liamarpaung), saya berbagi informasi terkait eclamsia. Kematian seorang teman diving yang sedang hamil sebulan yang lalu, dan baru-baru ini seorang teman yang lain yang sedang hamil 7 bulan mendadak harus dirawat di ruang ICU karena terkena pre-eclamsia, membuat saya cukup terhenyak menyadari suatu fakta: jangankan nun jauh di timur Indonesia sana, yakni di Papua yang memiliki angka kematian ibu tertinggi, bahkan di kota besar seperti di Jakarta, ternyata masih banyak perempuan dan ibu hamil, serta keluarga mereka, yang masih belum memahami bahaya dan resiko kehamilan, serta masih perlunya dilakukan edukasi terkait Kesehatan Ibu & Anak (KIA). Membuat saya teringat dengan tulisan lama saya yang pernah saya tulis di rumah blog lama saya disini yakni di tahun 2006 lalu.

Saya cantumkan link-nya dan semoga berkenan membuka dan membacanya. Semoga tulisan ini dapat memberikan sedikit bantuan untuk kembali mengingatkan kita, bahwa setiap kehamilan adalah berisiko. Itu sebabnya kita perlu memberikan dukungan bagi perempuan, bagi ibu hamil, bahkan juga dalam berbagi informasi seperti ini, sehingga tidak perlu lagi ada ibu hamil yang kehilangan nyawa hanya karena ketidaktahuan akan informasi seperti ini.

September 25, 2010

Meet Brenda, The Pink Dolphin



She is cute, isn't she ? :)

This pink dolphin's name is Brenda. I met her first time when I visited Singapore Sea World, and saw her performance. Then my friend, Gary Goh, introduced me to her trainer after the show, and brought me to Brenda ! She is so smart, and adorable ! When I took her photo, she was just acting as you may see her on the above photos ! She is very photogenic and narcist too ! :)

She reminds me of my first experience about 5 years ago, seeing life dolphins, more than 30 dolphins, swimming freely, alive, and they were following our boat, when I travelled to Urbas Island in eastern Biak Island, Papua. This was one of my unforgettable moment when I lived in Papua.

And since then, I just never stop admiring dolphin and other marine creatures !

Back about dolphins, do you know that they can live for more than 30 years old ?! Yes !!! And they can sleep about 8 hours a day, just like us ! When they sleep, only half of their brain is passive and they can be seen resting, on the water surface, with one eye open ! After some time they will close that eye, and open the other, and alternate like this throughout their nap !

Another interesting fact about dolphins, are their behaviour when one of them are sick. Members of their group will gather around and support the sick one to the surface to breathe. They may look after the sick one for hours or even days ! Isn't it so sweet ???

September 23, 2010

Pintu Masuk Negeriku !

[Bandara Udara International Suvarnabhumi, Bangkok, Thailand]

[Penumpang mengantri taksi dengan nyaman & aman]

[Kualitas layanan di Imigrasi: Cepat, Aman, & Nyaman]

Jika anda sering melakukan perjalanan udara, maka anda pasti pernah merasakan kekecewaan sekaligus kekesalan sebagaimana yang saya rasakan, yakni terkait kualitas pelayanan di Bandara Udara International Soekarno-Hatta (Soeta), Jakarta.

Bandara udara ataupun pelabuhan suatu negara sesungguhnya adalah gerbang pertama bagaimana kita memperkenalkan kondisi "dalam negeri" kita kepada orang luar. Image kita kepada dunia international. Sehingga selayaknya lah kita sungguh memperhatikan "gerbang pertama" ini, baik secara kualitas maupun estetika.

Namun apa yang terjadi di Bandara Soetta, kebanggaan Indonesia ???

Sudah menjadi rahasia umum (atau fakta umum) bahwa dari sisi pelayanan, kebersihan, keamanan, dan kenyamanan nyatanya tidak pantas menyandang predikat "international". Cobalah lihat pemandangan di Terminal Satu tujuan domestik, tidak ubahnya seperti pemandangan di terminal bis Pulo Gadung ! Atau hampir sama dengan pemandangan di pasar yang semrawut ! Bahkan lebih rapi pemandangan di pasar tradisional modern di BSD ! Antrian panjang penumpang dan barang yang tanpa penyelesaian, terus saja berulang meski telah berulang kali menerima cacian serta keluh kesah penumpang, baik yang disampaikan langsung maupun via ruang media.

Belum lagi soal kebersihan "toilet", banyaknya pedagang asongan yang lalu-lalang, ojek motor, taksi gelap, dan calo tiket yang turut meramaikan bandara, padahal seharusnya dapat dikelola atau disterilkan demi kenyamanan penumpang.

Jangankan pelayanan di terminal domestik, bahkan di terminal international pun hal yang sama dapat kita temui. Dalam beberapa perjalanan sekembali dari perjalanan luar negeri, seringkali saya melihat dan mendengar cacian para tamu asing yang datang ke Indonesia. Panjang dan lamanya antrian di imigrasi, kebersihan toilet, hingga pelayanan kendaraan umum seperti taksi dan bis bandara yang semrawut dan saling "sodok" sehingga membingungkan para tamu asing tersebut. Semua ini seakan menambah citra buruk tentang Indonesia yang katanya memiliki negeri yang cantik dan masyarakatnya yang ramah, yang sayangnya tidak dibarengi dengan kualitas pelayanan !

Dimana salahnya ?

Sudah saatnya pemerintah negeri ini membenahi kesemrawutan di Bandara Soeta. Selain memperbaiki kualitas pelayanan, juga harus ditunjang oleh sarana pendukung. Sesungguhnya Bandara Soeta, yang kini mempunyai tiga terminal memiliki daya tampung 22 juta penumpang pertahun, padahal kenyataannya jumlah penumpang yang menjejakkan kaki di Bandara Cengkareng ini setiap tahunnya bisa mencapai 38 juta orang, atau, hampir dua kali lipat dari daya tampung sebenarnya.

Oleh sebab itu selama masalah daya tampung tak terselesaikan, hal yang sama rasanya akan terus terjadi. Bandara international seharusnya dilengkapi dengan fasilitas memadai dan akses transportasi mudah serta nyaman. Sekali lagi, bandara adalah pintu masuk suatu negara dan tentunya harus dijaga dan dirawat kebersihan, keamanan, dan kenyamanannya.

Jadi, mana yang harus diprioritaskan lebih dahulu, membangun ulang gedung DPR yang super mewah itu, atau kah, Bandara Soeta ???

September 21, 2010

Bali Manta Lover




Another photos of mine taken during our dive in Manta Point at South West Nusa Penida Island. The spot is sometimes calm, and sometimes turning into a whirlpool due to its strong wave and currents.

This photo taken during last mid of August 2010, and heyyy...!!! We met with 14 mantas !

Great dive...with great people and crew from Bali Marine Sports.

September 20, 2010

Untukmu Agamamu. Untukku Agamaku.


Masih terkait perbedaan dan kerukunan beragama di negeri ini.

Sebagai seorang penganut agama Kristen, yang juga lahir dari orangtua yang berbeda agama, dan telah terbiasa "berada" diantara dua kubu yang sama-sama merasa paling benar dan paling pantas masuk surga, sungguh saya tidak bisa mengerti mengapa kita begitu takut akan "perbedaan" terutama jika terkait agama dan keyakinan.

Bagaimana kita bisa menganggap diri sebagai "terang", dan merasa diri begitu berbeda sehingga tidak layak berada diantara kegelapan. Sedangkan terang akan terlihat indah hanya jika berada didalam kegelapan. Lalu, kenapa harus menjauh dan menjaga jarak dengan kegelapan ?

Bagaimana kita bisa begitu takutnya dengan issue kristenisasi atau islamisasi, sehingga begitu kuatnya kita melawan dan tidak mengijinkan mereka berada diantara kita, bahkan hanya untuk sekedar membangun rumah ibadah dan menjalankan ibadah.

Semudah itukah kita berpindah agama hanya karena berada diantara mereka yang berbeda? Apakah dengan adanya sebuah gereja didekat kita akan membuat kita begitu mudah meng"kristen"kan masyarakat sekitar ? Ataukah begitu mudah kita berpindah agama hanya karena bangunan disebelah rumah kita adalah sebuah gereja, atau, mesjid ? Bukankah jika imanmu memang teguh, tidak akan semudah itu engkau berpaling ?

Sepanjang yang kuingat, dimanapun aku tinggal, selalu setiap pagi, siang, dan sore mendengar suara azan berkumandang dari mesjid disekitar rumah. Toh, tidak juga menjadikanku seorang muslim. Tidak juga membuatku goyah untuk berpindah agama hanya karena menikah dengan seorang muslim. Tidak juga membuat kekristenanku menjadi labil karena fakta aku dilahirkan dari rahim seorang perempuan muslim.

Lalu kenapa kamu menghalangi mereka membangun rumah ibadah dan menjalankan ritual ibadah mereka ? Bagaimana perasaan kamu jikalau hal tersebut menimpamu? Bayangkan seandainya kamu menjadi warga minoritas didaerah lain, dinegeri lain, lalu dihalangi untuk membangun rumah ibadahmu? Dihalangi untuk beribadah ? Dihalangi untuk sekedar berdoa pada sang penciptamu ?

Janganlah bersikap konyol. Bagaimana mungkin kamu menuduh adanya upaya kristenisasi atau islamisasi hanya karena bangunan tersebut dihias oleh patung seorang perempuan ? Semudahkah itu orang berpindah agama hanya karena melihat patung ? (FPI dan kasus salah satu perumahan di wilayah Bekasi yang bangunannya dianggap upaya kristenisasi !).

God is a great God. Tuhan kita maha besar dan dasyat. Allah maha besar. Allah wu Akbar.

Terlalu luar biasa besar dan dasyatnya Tuhan kita, sehingga tak kan mampu kita menyelami cara berpikirNya, dan perbuatanNya.

Yakinkah dirimu bahwa IA, Sang Maha Besar itu melihat kita hanya dari apa agama kita ???

Hopes for Indonesia's Tolerance


Forum Solidaritas Kebebasan Beragama menggelar aksi 1000 lilin malam keprihatinan untuk kebebasan beragama dan menolak kekerasan atas nama agama pada hari Rabu lalu, 16 September 2010 di Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta. Aksi digelar juga sebagai dukungan untuk menyikapi penganiyaan terhadap jemaat Gereja HKBP di Bekasi, dan sebagai aksi protes akan rencana pembakaran Al Quran di Amerika Serikat.

Acara dihadiri oleh berbagai macam penganut agama dan tokoh lintas agama. Seiring dengan dinyalakannya seribu lilin menandakan harapan dan doa agar aksi kekerasan atas nama agama tidak akan pernah terjadi lagi di bumi Indonesia.

Masyarakat yang hadir juga mendesak Presiden agar memerintahkan menterinya untuk mengevaluasi seluruh peraturan yang bersifat diskriminatif termasuk Peraturan Bersama Menteri Agama dan Mendagri No. 9/2006, dan No. 8/2006 tentang Pedoman Pelaksaan Tugas Kepala Daerah / Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah.

"Kami berkumpul disini sebagai komitmen dan kepedulian terhadap tetap tegaknya nila-nilai keberagaman di Indonesia. Biarkan keberagaman tetap ada dan tolak kekerasan atas nama agama".

May 7, 2010

Ekonomi RI tanpa Sri Mulyani

Pada tahun 1961, David McClelland menulis buku terkenal yang berjudul Achieving Society. Di buku itu McClelland mengingatkan, suatu bangsa akan jatuh bila mengandalkan pemimpin-pemimpinnya (baca: menteri atau CEO) berdasarkan motif-motif afiliasi (baca: persekongkolan, kekerabatan, afiliasi politik) atau motif kekuasaan (bagi-bagi kuasa). Sebagai gantinya, bangsa-bangsa harus mulai berorientasi pada achievement (hasil/kinerja).

Riset yang dibukukan itu diterima luas di dunia dan diterapkan di negara-negara maju, mulai dari Amerika Serikat, Jerman, Inggris, sampai Malaysia, Thailand, dan Singapura. Sementara di Indonesia, orang- orang yang mengejar kinerja kehilangan rumah dan dibiarkan pergi. Itukah yang terjadi dengan Sri Mulyani? Bagaimana masa depan ekonomi Indonesia tanpa mereka?

Korban Perubahan

Tak dapat disangkal bahwa negeri ini masih perlu banyak tokoh perubahan. Namun, perubahan selalu datang bersama sahabat-sahabatnya, yaitu resistensi, penyangkalan, dan kemarahan. Hasil yang dicapai para achiever selalu ditertawakan dan mereka diadili, dipersalahkan secara hukum, seperti yang dialami Nicolaus Copernicus di abad ke-16, Giordano Bruno (1600), dan Galilei Galileo (1633) saat memperjuangkan kebenaran.

Sebagian besar change maker diadili oleh bangsanya, dipenjarakan, dirajam, dan dibunuh, seperti Martin Luther King, Abraham Lincoln, Gandhi, dan Munir. Sementara itu di dunia ekonomi, di perusahaan-perusahaan, para pembuat perubahan dicari untuk diberhentikan, seperti yang dialami Rini Soewandi yang dianggap berhasil mengawal Astra Internasional dari krisis (1998). Ia diberhentikan secara tragis sebagai CEO oleh BPPN, padahal media masa memberikan penghargaan sebagai CEO terbaik (Kompas, 9/2/2000).

Pada tahun 2009, masalah serupa dihadapi Ari Soemarno setelah tiga tahun memimpin perubahan yang dianggap berhasil di Pertamina. Dan, tahun ini, kita menyaksikan umpatan-umpatan tidak sedap, bahkan tuntutan hukum terhadap Sri Mulyani. Padahal, di luar negeri ia dianggap sebagai menteri terbaik yang dimiliki dunia dan dalam pertimbangan saat memilihnya sebagai direktur pelaksana, Bank Dunia mengakui keberhasilannya dalam menangani krisis ekonomi, menerapkan reformasi, dan memperoleh respek dari kolega-koleganya dari berbagai penjuru dunia (www.worldbank.org).

Inilah saatnya bagi para politisi Indonesia untuk belajar menerima change maker dan achiever untuk meneruskan karya-karyanya dengan berhenti mengumpat dan mengadili apalagi mengedepankan motif-motif afiliasi dan kekuasaan. Kalau kita tidak bisa melakukannya, berhentilah menertawakan mereka. Janganlah kita menjadi sok kaya, dengan membuang baju bagus hanya karena satu benangnya terlepas lalu beranggapan seluruh jalinannya terburai.

Sebagai akademisi, sudah lama saya menyaksikan kejanggalan-kejanggalan yang terjadi di negeri ini. Orang berdebat dengan standar yang berbeda-beda dan begitu mudah marah bila kehendaknya tidak dipenuhi. Kita lebih sering menghujat dengan ukuran-ukuran yang tidak masuk akal.

Sudah sering pula disaksikan para ahli kita lebih dihargai di luar daripada di sini. Kita pun beranggapan politisi bisa lebih dipercaya daripada lembaga-lembaga internasional yang menghendaki kinerja. Persoalan yang dihadapi Sri Mulyani Indrawati adalah sama persis dengan anak- anak Indonesia yang gagal bersekolah di sini, tetapi berhasil di luar negeri. Saya sendiri mengalaminya, betapa sulit mendapat nilai bagus di sini, sementara di luar negeri kita sangat dihargai. Kita merasa bodoh di negeri sendiri bukan karena tidak mampu, melainkan karena betapa arogannya para pemimpin.

Ekonomi ke Depan

Tentu saja di Indonesia ada banyak ekonom pintar yang siap menggantikan Sri Mulyani. Namun, untuk memimpin ekonomi Indonesia, diperlukan lebih dari sekadar orang pintar. Jujur, bersih, dipercaya dunia internasional, berpikir jauh ke depan, aktif bergerak dan responsif, berani melakukan perubahan dan diterima di dalam kementerian adalah syarat yang tidak mudah dipenuhi.

Indonesia butuh lebih dari sekadar pengumbar syahwat kebencian atau orang yang sekadar pintar bicara. Selama lebih dari sepuluh tahun proses reformasi berlangsung, ekonomi Indonesia telah menjadi pertaruhan berbagai kepentingan. Ekonomi yang seharusnya dibangun dengan fondasi makro-mikro yang seimbang selalu menjadi rebutan di kalangan politisi. Demikian pula kita butuh lebih dari sekadar birokrat yang hanya menjaga sistem. Kita perlu pengambil risiko yang berani menghadapi tantangan perubahan.

Ada kesan saat ini ekonom tengah diperlakukan sebagai orang yang tidak tahu apa-apa. Setelah dihujat sebagai neoliberal, ekonom tengah diuji untuk duduk manis di tepi ring dan membiarkan ekonomi diurus oleh para politisi. Saya tidak dapat membayangkan apa jadinya masa depan ekonomi Indonesia bila ia harus diurus oleh orang-orang yang taat pada maunya para politisi atau politisi yang berpura-pura menjadi ekonom.

Kita harus mulai menghentikan kriminalisasi terhadap para change maker agar orang-orang pintar yang punya keberanian mengawal perubahan dan memajukan perekonomian Indonesia dapat bekerja dengan tenang. Saya yakin Sri Mulyani bukan ”kabur” dari masalah. Seperti Sri Mulyani, banyak orang seperti itu yang saat ini berpikir untuk apa mengurus negara. Bukan karena mereka takut, melainkan semua berpikir, ”Untuk apa membuang-buang waktu percuma.” Ini hanya sebuah zero-sum game.

Tanpa Sri Mulyani, ekonomi Indonesia tentu akan tetap berjalan. Namun, sebuah kelumpuhan tengah terjadi karena orang- orang pintar memilih cari aman daripada memperjuangkan perubahan. Ekonomi Indonesia berjalan bak perahu kayu tanpa mesin yang mengarungi samudra luas. Tatkala kapal-kapal asing yang dilengkapi alat-alat navigasi modern menari di atas gelombang samudra dengan kekuatan pengetahuan, kita hanya mampu berputar di antara pusaran gelombang tanpa kepastian.

"Sri, selamat bergabung di Bank Dunia. Tetaplah bantu negeri ini, seberapa pun perihnya cobaan yang kau alami; karena itulah hukumnya perubahan. Memang perubahan belum tentu menghasilkan pembaruan, tetapi tanpa perubahan tak akan pernah ada pembaruan".

[Rhenald Kasali Guru Besar Manajemen Universitas Indonesia]