April 22, 2009

Gadis Modern

Seabad silam yang lalu, Raden Ajeng Kartini, seorang perempuan keturunan ningrat berdarah jawa, telah menyadari bahwa pendidikan adalah pilar utama pembangunan suatu bangsa. Pendidikan adalah kata kunci, bila ingin maju terlepas dari kebodohan dan kemiskinan. 

Sayangnya, bahkan hingga hari ini, masih banyak anak negeri ini yang masih belum terjamah oleh pendidikan yang layak dan berkualitas. Terlebih bagi kaum perempuan. Diskriminasi yang masih terus dialami perempuan menyebabkan perempuan berpeluang lebih kecil untuk bersekolah dan meraih pendidikan hingga ke jenjang yang lebih tinggi.

Pada peringatan hari Kartini setahun yang lalu, aku menulis tentang pentingnya kita berinvestasi terhadap perempuan, melalui tulisan berjudul "R.A. Kartini and A Better Healthcare Service". The key message is: invest on woman ! Karena jika perempuannya maju dan berdaya untuk hidup seutuhnya dan produktif, maka dapat dipastikan anak dan keluarga akan sejahtera. Pada akhirnya akan berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas, dan menciptakan kemajuan bangsa. 

So next, what will you do, or how will you contribute for this ? [this is for women only :P] 

Jika anda seorang perempuan, maka jangan pernah merasa terpuaskan dengan sekedar lulus SMA. Sekedar tamatan sarjana. Selagi masih diberi kemampuan dan kemauan, jangan pernah berhenti belajar ! Tidak harus melalui sekolah formal, sekarang ini ada banyak cara lain untuk belajar. Mulai dari rajin membaca koran dan buku-buku pengetahuan yang bermanfaat [tidak sekedar majalah perempuan, novel dan chicklit], belajar via internet atau blogwalking dimana kita bisa terhibur atas bacaan tersebut tetapi juga sekaligus mendapat informasi-informasi terbaru tentang berbagai hal dan bukan sekedar membaca luapan curhat-an si blogger, atau rajin bertanya dan berdiskusi dengan orang-orang pintar disekeliling kita. Atau sekarang ini ada cukup banyak kelompok-kelompok diskusi, yang mendiskusikan berbagai topik mulai dari yang ringan hingga berat. Cobalah bergabung, selain mendapat teman baru, kita juga dapat mengasah daya analisa kita sekalian belajar berbagai hal baru lainnya. Dan jangan lupa untuk membagi apa yang telah anda pelajari kepada orang lain. Jangan pelit dengan ilmu. Karena kalau tidak, percuma saja kita sekolah tinggi-tinggi, kalau hanya untuk dinikmati sendiri. Bagilah ilmu anda, mungkin dengan si "mbak wati" dirumah, atau si ibu warung tempat biasa kita beli telur, atau siapapun yang mau mendengar anda. Tidak usah khawatir dibilang "sok tau", kalau memang kita tahu :) 

Dan jika anda diberi berkat berlebih, cobalah untuk belajar membagi berkat itu, khususnya bagi anak-anak kurang mampu yang membutuhkan dukungan agar mereka bisa tetap bersekolah. Kalau tidak tahu bagaimana harus menyalurkannya, sekarang ini ada banyak organisasi amal yang dapat menjadi "calo". Tetapi jangan lupa untuk memilih "calo" terbaik, yang memang jujur ingin membantu, bukan menipu atas nama "amal".  Bertahun lalu saya berkomitmen untuk belajar disiplin dalam memberikan sebagian dari pendapatan saya untuk membantu anak-anak perempuan dari keluarga tidak mampu, agar mereka dapat melanjutkan dan menyelesaikan sekolahnya. Tidak hanya sekedar lulus sekolah dasar, tetapi bila dimungkinkan bahkan hingga jenjang sekolah tinggi. Saat ini saya cukup puas diberi kesempatan dapat menjadi orangtua asuh bagi beberapa puluh anak di Aceh dan Salatiga. Dan saya bersyukur, saat telah menikah, ternyata suami saya tidak berkeberatan dan bahkan turut mendukung saya. Sekalipun bantuan ini mungkin terlihat kecil bila dibandingkan bantuan sosial seorang "Syech Pudji", tetapi paling tidak saya belajar untuk dapat berperan serta dalam memajukan dan berinvestasi, khususnya untuk pendidikan anak perempuan.  Saya percaya jika ada niat yang tulus untuk membantu, maka sekalipun nilainya mungkin terlihat kecil, tetapi akan menjadi besar oleh karena ketulusan tersebut. Just do our part, and let God do the rest, demikian aku senantiasa mengingat apa yang teman bloggerku, Desny, pernah berbagi padaku. 

Teringat saya dengan salah satu surat Kartini untuk sahabatnya Stella yang ditulisnya pada 25 Mei 1899. Demikian bunyinya : 

"Aku ingin sekali berkenalan dengan seorang 'gadis modern', yang berani dan mandiri, yang menarik hatiku sepenuhnya. Yang menempuh jalan hidupnya dengan langkah cepat, tegap, riang gembira, penuh semangat serta tekun. Gadis yang selalu bekerja tidak hanya untuk kepentingan dan kebahagiaan dirinya sendiri saja, tetapi juga berjuang untuk masyarakat luas, bekerja demi kebahagiaan banyak sesama manusia". 

Aku ingin menjadi si "gadis modern" yang dirindukan Kartini. Semoga ! Dan aku pun rindu melihat banyak "gadis modern" lainnya, berjalan bersamaku, membangun negeri ini, berbuat sesuatu untuk kemajuan negeri ini. Dan aku pun rindu ingin membantu "gadis-gadis kecil" lainnya agar dapat menjadi si "gadis modern" sebagaimana yang Kartini dan aku rindukan. 

Selamat Hari Kartini. Majulah Perempuan Indonesia ! 

April 21, 2009

Ada "Kepiting Bulldog" di Kota Gudeg

On my second night in Yogyakarta, I was invited by an old friend when I worked with UNICEF to joined with him and his local partners from an advertising agency called Bohlam [a smart and cute looking young boy name Pungkas], and Rifqi, from a marketing communication agency called Srengenge. 

Other than learning new things about media communication, they have introduced me to a newly resto called "Warung Kepiting Dogen", which owned by a balinese man name Yudi. I have no idea on what is the meaning of "Dogen". But this resto has their specialty on crab in different sauces. It also more unique because there are no window and no door at this resto, it's an open-air resto surrounding by paddy field where you still enjoy fresh air and serene surrounding. 

We ordered "kepiting saus bulldog" [crab in bulldog sauce] and "kepiting saus senyum manis" [crab in sweet smile sauce]. Both were amazed, specially if you like hot and spicy taste. The crab meat were easily removed from the cell and it tasted crunchy on your mouth ! I bet these crab will make you "going up and down". Here at this resto, you can choose a plate of hot rice or hot-fried bread called "mantau" to serve together with those crab. I just love the dark brown hot fried bread ! So yummy... ! And don't forget to order a fresh traditional drink called "beras kencur" with ice. It will complete your meal ! 

You can find this Warung Kepiting Dogen by going north to Ring Road Utara, Jl. Umbul Permai Mudal, Sariharjo, Ngaglik, Sleman. It is nearby the area called Jl. Palagan Tentara Pelajar, which previously only known because of Hyatt Regency Yogyakarta, and now this area has turn into dinner's delight. 

So not only "Gudeg" and "Ayam Goreng Suharti", but now Yogya certainly has some interesting dining choice. 

April 20, 2009

Life, Food and Drink.

Back in Yogyakarta again for a few days. First thing to do is calling my blogger friend, Hezra, and invited her for having dinner together :) So this time, I decided to try out an old restaurant built in 1940, Restauran Lie Djiong, which is located at Jl. Brigjen Katamso 21. My taxi driver said the location is on the area of southern Klenteng [a chinese temple] and before a stop light of Gondomanan. 

It said that this resto was the favorite of Sri Sultan Hamengku Buwono IX [the King of Yogya]. His favourite were Burung Dara Goreng Tepung [Fried Peagon] and Angsio Ceker Ayam [Chicken Foot Angsio]. But when I was here tonight, both of those were out. I had free-range fried chicken, Kamar Bola [this is actually a vegetable capcay, and I do love this one, the best capcay which I ever tried !], and Fuyunghay Udang [shrimp fuyunghai]. Those are very delicious ! I really recommend for those who visit Jogjakarta, to try out this chinese resto. I also ordered a drink called Sarsaparilla with ice. This is actually an old style of drink, and now can only be found in few places. More it said, that this Sarsaparilla can now only be found in Yogyakarta. It's too bad that this kind of traditional drink could not compete on the market with the modern drink such as Coca-Cola, Sprite, etc. Check this article about Sarsaparilla here. Anyway, this is my first time trying this kind of drink, it fresh and a must-try !

My this time gateway to Yogyakarta. Another life lesson: there are always some new things to try in life, including food and drink. Life, food and drink... ! And it become more complete with the presence of good friends, Hezra and Abrar !  

April 17, 2009

The Road to Justice and Peace





Ada rasa pedih sekaligus haru saat bergabung bersama komunitas korban pelanggaran HAM, yang kemarin kembali diadakan di depan Istana Negara. Aksi Damai ke 106 kali ini dihadiri dan didukung oleh dua orang ibu sebagai perwakilan dari the Mothers of the Plaza the Mayo [Ibu-ibu dari Alun-alun de Mayo]. Para ibu ini dianggap sebagai salah satu ikon perjuangan HAM di dunia internasional yang telah banyak menginspirasikan gerakan HAM di dunia. 

Hatiku pedih saat melihat dan menyapa langsung para keluarga korban. Seorang ibu, seorang ayah yang harus kehilangan anak kesayangannya, menghadapi kenyataan bahwa sang buah hati yang telah susah payah dilahirkan, dibesarkan dan disekolahkan, ternyata dihilangkan, diculik, disiksa, bahkan dibunuh, oleh para penguasa negeri, yang begitu haus akan kekuasaan sehingga tanpa rasa penyesalan tega menyiksa bahkan membunuh anak negerinya sendiri. Hatiku juga merasakan "sakit" dipukuli dan disiksa saat menyapa seorang bapak tua, seorang korban tragedi 1965, merasakan deritanya saat ia dipukuli, dihantam senjata, dibuang, dan direndahkan martabatnya selaku anak manusia, oleh karena dituduh terlibat dalam suatu aksi gerakan massa yang katanya bernafaskan komunis. Pertanyaanku, apakah karena dianggap seorang PKI, komunis, dan "penghianat" maka ia dianggap nista, tak beragama dan tak ber-tuhan, sehingga pantas untuk disiksa dan dibunuh ? Siapakah yang telah begitu tega menghukum dan menghakiminya ? Mungkinkah mereka adalah "tuhan" sendiri yang turun ke bumi, ataukah mereka merasa sebagai "pasukan kebenaran" tuhan yang ditugaskan untuk menghukum sang bapak tua itu bersama sekitar dua juta orang lainnya yang kini telah mati terbunuh ditangan mereka. Puaskah mereka ????

Ada rasa haru dihatiku saat berada bersama para Madres de Mayo lanjut usia yang juga telah kehilangan anak-anak kesayangan mereka oleh karena kekejaman pemerintahan represif di Argentina. Para ibu ini telah bertransformasi dari sekedar perempuan dan "ibu rumah tangga biasa" menjadi para pejuang HAM yang menjadi ancaman serius junta militer yang saat itu berkuasa di Argentina. Bahkan saat pimpinan perjuangan para ibu ini juga "dihilangkan", mereka tetap tak gentar berjuang demi tegaknya kebenaran dan keadilan, bahkan sanggup mendobrak sistem sosial yang tak ramah terhadap mereka. 

Sejenak hatiku terusik, sanggupkah aku seperti para ibu itu ??? Tetap berani tegak berdiri, tak gentar melawan kekejaman sang penguasa, dan bahkan berani menghadiahkan nyawa sendiri demi tegaknya kebenaran dan keadilan. Sanggupkah aku ???

Dan aku menangis saat memeluk seorang ibu tua yang tampak telah rentan, yang anaknya mati terbunuh dan pembunuhnya tak tersentuh hingga kini. Airmataku mengalir perlahan saat ia mengatakan wajah pembunuh anaknya ada di mana-mana. Di koran, di televisi, di iklan dan diberbagai spanduk, dan dengan lantang memproklamirkan diri sebagai seorang pembela rakyat miskin. Maafkan aku, ibu, aku tak mampu menghiburmu....selain memperat pelukanku dan berjanji pada diriku, untuk turut berjuang bersamamu dan mereka yang tertindas...

Let us work together, walk together, on this way to a road for justice and peace ! 

Movement Against Human Rights Violations in Indonesia is Never Alone:

Mothers of the Plaza de Mayo in Solidarity with Victims’ Communities in Indonesia

 

 

We, civil society organizations and communities of victims of human rights abuses, including KontraS, IKOHI, JSKK, and ICTJ are honored to receive the visit and solidarity from Mothers of the Plaza de Mayo from Argentina. These mothers, perceived as an “icon” for human rights struggles, have given great inspiration to human rights struggles around the world, and shows that the demand for truth and justice is a universal language. Gross human rights abuses—occurred frequently in Indonesia in the past—not only damage the endurance of those victims who suffered a direct impact, but also disturb our sense of humanity. Therefore, gross human rights abuses are the enemy of all humanity; hostis humani generis.

 

The struggle of the Madres (mothers) have inspired many victims’ communities in Indonesia, especially those in JSKK who hold regular peace vigils every Thursday in front of the Presidential Palace in Jakarta. This Thursday vigil replicates the same method that has been used by the Madres in the Plaza de Mayo in front of the Presidential Palace, the Casa Rosada, in the center of Buenos Aires. This peaceful action is legendary because it has continued for nearly 30 years since 1977, without the women missinge ven one Thursday. These mothers say there are only two things that can stop their action: if they are all killed or if the government reveals the whereabouts of their missing children and punishes the perpetrators for what they did during the Dirty War (1977-1983). They have transformed themselves from regular ”housewives” to become human rights activists who posed a serious threat to the military junta that was very powerful in Argentina at that time. Their struggle was not without cost; a founder of their organization was also ’disappeared’, they frequently encountered repression from security forces, and had to struggle against the patriarchal social system in Argentine.

 

The solidarity of these Madres for the victims’ movement in Indonesia shows that the struggle of victims of human rights violations in Indonesia–as exemplified by the 106 Thursday vigils by these victims and their families at the Presidential Palace in Jakarta–is not just on their own behalf, but on behalf of the universal humanitarian ideals of truth and justice. It is truly ironic that while more and more nations around the world are courageously taking radical measures to address past crimes against humanity, leaders in Indonesia still suffer from amnesia about the past and fail to uphold justice. Judicial proceedings currently underway in Cambodia seek to hold accountable members of the Khmer Rouge for the killing fields in which millions of people were killed during the 1970s. Recently the former President of Peru, Alberto Fujimori, was sentenced to 25 years of imprisonment for his involvement in gross human rights violations in that country. Tragically, perpetrators of human rights violations in Indonesia still enjoy special privileges. Without shame they participated in the recent campaign for the National Parliament, competing for leadership of this country.

 

Nevertheless, and again, the struggle of victims in Indonesia–as also exemplified by the Madres–will not waiver until truth and justice are enforced in the land of Indonesia. We, the victims and those who struggle with them, believe that no matter how strong the wall of impunity is built by perpetrators and those who protect them, a time will come when that wall crumbles through the seeds of simple initiatives by victims.

 

Jakarta, 16 April 2009

 

KontraS, IKOHI, JSKK, AFAD, ICTJ, Amnesty Internasional

 

Profile of Representatives from Mothers of the Plaza de Mayo visiting Indonesia:

 

Lydia Taty Almeida, affectionately known as Taty, comes from a family with a military background; her father and brother are colonels in the army. Taty has three children. Her eldest, Alejandro, was 20 years old when he was abducted in 1975 when a student studying to become a doctor. He left home to go out one day, on 7 June 1975, and never returned. At first, Taty hesitated to join the Mothers of Plaza de Mayo, because of her family’s background and knowing how much the people of Argentina hate the military. However, she finally decided to join because she felt she needed to struggle to discover the fate of her child who was disappeared. In 1985 Taty met some of Alejandor’s friends who remain very grateful to Alejandro, whose whereabouts remain unknown, because he never mentioned their names despite the fact that he was almost certainly tortured. Until now, Taty continues to struggle so that memory, truth, and justice will be enforced in Argentina.

 

Aurora Morea is one of the founders of the Mothers of Plaza de Mayo who eventually found the skeletal remains of her daughter, Susana, in 1999. When Susana was abducted in 1976 she was 27 years old and worked as an architect and was active in politics to oppose tyrannical policies of the military junta. Aurora’s siblings began to stop communicating with her when they learned that Susana had been abducted because they were afraid they too would be abducted. It was when Aurora felt all alone that she joined the movement of the Mothers of Plaza de Mayo. She was arrested twice by police because of actions she organized and conducted with other Argentinian mothers. Yet these arrests never deterred her from participating in the ritual to circle the Plaza de Mayo as a form of protest for the government’s total lack of concern for the fate of children who have been forcibly disappeared.

April 16, 2009

How I see the World ???

Inspired by what Gratchia Siahaya's wrote in celebrating Women's World Day on last March 8th, it brings my curiosity to take the similar quiz on how I see the world, through what color of glasses. So here is the result. Hope it is not just because yellow is one of my favourite color ;) Anyway, I'll take this as one of a guideline on how to live and life. [G, thanks again to wrote about my blog at your "gorgeous" home, I wish I could write on things as good as you, and have that talent of faboulous editor....see, I am a bit jealous as written down here hehehe].

You See the World Through Yellow Colored Glasses

You live your life with optimism. You remain happy through the bad times, and your outlook remains bright.You judge all interactions through the lens of hope. You try to see the best in people, and you give them the benefit of the doubt.You face challenges with a spirit of adventure. Things are what they are, so you might as well make the best of them.You see love as the utmost expression of personal joy. You tend to be attracted to lively, friendly people.At your worst, you are a bit petty and jealous. You want to be everyone's shining star.You are happiest when you're daydreaming or thinking up fresh ideas.

April 15, 2009

My Wish, as A Young Indonesian....

We are young, proud, confident and high-achievers. We are proud of Indonesia's rich and unique heritage, and believe that the promise of Indonesia lies abundantly in her future. Our motto is " service, excellence, innovation, openness, connectivity", we believe these values will unleash Indonesia's enormous creativity potentials. 

We are the generation that is driven by opportunity, not fear, by positive not negative, energy, by a forward-looking mindset, and by embracing moderation and pluralism as the key to our success. We believe the most important change to make is the change of mindset, because a 21st century Indonesia must develop a 21st century mindset to tackle new challenges unimagined by preceding generations. We therefore seek to open up minds.  

We want Indonesia not just to merely reform, but transform. We take our nationality, diversity, democracy and pluralism as a given. We are not afraid of change: indeed we thrive on change, we always seek new ideas and innovation, and believe constant self-reinvention is the key to a nation's vitality and success. 

We are proud of our nationalism, but we also strongly believe in our internationalism. We believe the real threats that face us today are: corruption, ignorance, indifference, conflict, marginalization, extremism, xenophobia and an inability to read the sign of the times. 

Within the span of one generation, we want Indonesia to have 20,000 PhDs, 100 centers of excellence throughout the country, and 25 world-class Universities, and become a vibrant knowledge society. 

Within one generation, we want Indonesia to have 4 millions entrepreneurs, become one of Asia's most competitive economy, fully capable of adapting and capitalizing on globalization, by far exceeding the international targets of the Millennium Development Goals with an evenly spread prosperity from Sabang to Merauke. In the medium and long-term, we want Indonesia to be the world's top 10 largest economy, a viable green economy, and achieve zero poverty. 

We have a thirst to be inspired, and we seek to inspire others. We want our generation to have our own achievements, our own heroes, our own legacy. 

Because a nation's greatness is reflected in her literature, arts, architecture and design, we seek to promote an Indonesia renaissance in the arts and creativity industry. With the enduring spirit of 1945, with a passionate belief in the promise of democracy and reform, and with positive energy and healthy nationalism, we will join those who seek to transform Indonesia into a great nation for the 21st Century.

And the work begins here, now....!

April 14, 2009

Happy Easter, Big Bro !




Beberapa waktu lalu saya menuliskan cerita kesaksian abangku, Hotmauli Marpaung, yang juga telah ditayangkan di saluran televisi SCTV dan Solusi O'Channel. Cuplikan ceritanya dapat dibaca di sini. 

Selama 14 tahun sejarah hidupnya telah menorehkan begitu banyak cerita hitam. Berkali-kali ia mencoba untuk bangun dan melawan kuatnya godaan jarum-jarum suntik dan narkoba. Berkali-kali juga ia jatuh dan tak sanggup melawannya. Hingga 3 tahun lalu saat ia mulai pasrah, saat kami, keluarganya pun telah angkat tangan dan menyerahkan ia sepenuhnya kepada nasip, bahkan maut. Dan saat itulah tangan Tuhan menjangkau tangan-tangan kami yang terangkat, pasrah. Pintu pertobatan dan ruang pemulihan pun terbuka baginya, meski ada kenyataan pahit yang harus dijalaninya. Abangku divonis HIV. Abangku divonis AIDS ! 

Teringat aku malam itu. Saat aku masih tinggal jauh di timur Indonesia. Saat aku menikmati kesendirian malam di Papua, dan tiba-tiba telepon berdering. Dari abangku. Saat itu telah cukup lama kami berhenti berbicara, bahkan hampir memutuskan tali persaudaraan. Aku jenuh dan letih menghadapi "neraka" yang ia sodorkan padaku, pada kami. Berbagai perseteruan bahkan perkelahian hingga mencederai diriku pun pernah, bahkan cukup sering ia "hadiahkan" padaku. Apalagi airmata kemarahan dan murka, tak terhitung sejak ia mulai memakai segala jenis obat-obatan terlarang itu dan menjadi pribadi yang bahkan tidak kami kenali lagi. Namun malam itu, ia menangis ketika menelponku. Dan aku tertegun diam saat abangku mulai memohon maaf dariku. Ada apa gerangan ??? Semakin aku diam dan terhenyak saat ia menyampaikan bahwa baru saja dokter memvonisnya menderita HIV bahkan AIDS. 

Sekalipun dalam pekerjaanku di Papua juga menangani masalah HIV/AIDS, namun berbeda rasanya saat aku harus menerima kenyataan bahwa anggota keluargaku, abangku sendiri, menjadi seorang pengidap penyakit yang belum ada obatnya ini. Sekalipun seringkali abangku membuatku terluka, namun rasanya bukan ini penghukuman yang harus ia terima. Juga bukan begini hukuman yang harus ditanggung keluargaku...aah, berbagai pikiran dan cemas, termasuk rasa malu saat itu tidak henti menekan pikiranku...

Abangku telah menjalani hari-harinya dengan penyesalan, juga berbagai stigma bahkan diskriminasi akibat cerita kelam hidupnya. Haruskah aku menambah bebannya dengan malu mengakui keberadaannya ??? Dan malam itu, sekalipun selimut dan bantal tidurku basah oleh airmataku, aku bertekad untuk dapat memberikan dukungan terbaik bagi abangku. Seiring waktu yang terus berjalan, kemurahan Tuhan terus menuntun abangku untuk dapat menjadi berkat bagi banyak orang lain. Untuk dapat bersaksi. Bahwa kasih dan penyertaan Tuhan melebihi berbagai duka dan luka. Tuhan juga mengijinkan abangku untuk mulai terlibat dalam pelayananNya, sebagai evangelist serta mengelola Yayasan Pembaruan, suatu yayasan yang didirikan untuk memberikan dukungan dan pertolongan bagi anak-anak pecandu narkoba dan juga bagi orang-orang terbuang, yang disingkirkan oleh keluarga dan lingkungan karena berbagai kelemahan, kekurangan termasuk kelainan mental. 

Abangku yang dulu seorang "preman", kini menjadi pribadi yang memiliki kasih yang rela mengorbankan hari-harinya untuk menolong dan memberikan dukungan bagi mereka yang sesungguhnya tidak ia kenal, namun ternyata ia diberi kemampuan untuk  membagi kasihnya bagi mereka. Untuk belajar sekaligus mempraktek-kan kasih Tuhan Yesus, yang telah ia terima, dan untuk membagi kemurahan dan pengampunan yang diterimanya, kepada banyak orang lain diluar sana yang juga membutuhkan. Tuhan pulihkan abangku....yang dahulu kami anggap tidak mungkin, bahkan dimungkinkanNYA melebihi dari apa yang kami bayangkan bahkan inginkan dahulu. Ya, melihat perubahan hidup abangku adalah suatu keajaiban yang Tuhan ciptakan bagi keluarga kami. 

Dan saat perayaan Jumad Agung ini, kembali aku tertegun bangga dan terharu melihat abangku. Dihadapan ratusan jemaat gereja, dengan tenang dan tegas ia mengatakan bahwa sungguh ia mengucap syukurnya kepada Tuhan, karena sekalipun ia mengidap HIV bahkan AIDS, namun Tuhan memulihkan hidupnya dan membawanya kembali kepada kasih Tuhan. 

Happy Easter to you, my dear brother. May God bless you always and lead you to His path, to the green pasture and HIS still waters. May you always be the blessing for others, as you have been blessed by HIM. 

April 13, 2009

Freedom of Speech and Association





Ketika Indonesia memilih, dan memutuskan untuk tidak memilih. 

Meski masih ada banyak kekurangan, tetapi paling tidak gaung kebebasan dan demokrasi telah terdengar di negeri ini. Ini suatu pencapaian. Ini suatu kemajuan. Ketika sistem multi partai telah terbuka, dan tidak ada lagi penguasa represif dalam politik. Ketika kita memiliki kebebasan untuk memilih wakil-wakil politik secara langsung dan individual, dan tidak lagi ditakuti oleh "tekanan, desakan ataupun ancaman". Ketika rakyat mulai "pintar" bersikap, bersedia menerima "bonus serangan fajar", namun tidak hendak dibeli suaranya. 

Meski sistem administrasi KPU masih lemah dan masih banyak perbaikan harus dilakukan, tetapi paling tidak saat ini, kebebasan untuk memilih dan berpendapat [freedom of speech and association] telah tertanam disetiap sanubari warga di negeri ini. Semoga sampai kapanpun, hak warga negara ini tidak akan pernah lagi terbelenggu oleh mereka yang rindu "menguasai" negeri ini tanpa tanggung-jawab.

Congratulation for Indonesian, we all have made change ! 

April 9, 2009

My Todays' Musing

"Give me good judges, good justices, good prosecutors and good police officers, and even with a bad criminal procedural code, I can achieve a good legal process". 

[Quote from Taverne, when I learn about legal reform, Solus Populi Suprema Lex]. 

April 4, 2009

Say "NO" to Capres Penginjak HAM !

Kamis kemarin disela-sela hiruk pikuk calon legislatif dan partai politik berkampanye menebar janji-janji kepada pemilih, Komunitas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia atau HAM menggelar konvoi "kamisan", menyampaikan seruan kepada khalayak untuk menolak dan tidak memilih calon presiden pelaku pelanggaran HAM.

Aksi ini sesungguhnya merupakan reaksi penolakan dan himbauan untuk tidak memilih tiga orang bekas jenderal yang kini mencalonkan diri menjadi presiden. Ketiga orang tersebut adalah Wiranto, Prabowo dan Sutiyoso. Ketiga-nya dianggap pelaku pelanggaran HAM yang kasusnya hingga kini masih belum terselesaikan.

Konvoi bertajuk "Seruan Pejuang Hak Asasi Manusia Respon Pemilu 2009" itu memulai rute pertamanya dari Tugu Proklamasi menuju kantor Komisi Pemilihan Umum atau KPU Pusat. Namun, sebelum tiba disana, iring-iringan berhenti sejenak di depan kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Hanura di jalan Diponegoro. Chris Biantoro, salah seorang orator pejuang HAM kembali menegaskan dan menyerukan untuk tidak memilih Wiranto, karena dia adalah salah satu pelaku pelanggaran HAM di Timor-Timur sebelum lepas dari Indonesia.

Tiba di kantor KPU Pusat, peserta konvoi menurunkan tiga kotak suara tiruan. Ketiga kotak itu kemudian diisi lembaran kertas bertuliskan berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi sejak masa Soeharto hingga SBY: Tragedi 1965, Tanjung Priok, Tragedi Semanggi I dan II, kasus Lampung, pembunuhan Munir hingga korban tragedi lumpur Lapindo.

Dalam kesempatan yang sama, peserta konvoi juga menggelar baliho bertuliskan "Seruan Pejuang HAM" dan membacakannya secara massal. Berikut adalah lima point seruan yang mereka sampaikan dan layak kita cermati. Seruan yang diperuntukkan bagi perubahan Indonesia yang beradab, berprikemanusiaan dan berkeadilan.

Pertama, jadikan penguatan dan konsolidasi gerakan rakyat termasuk korban pelanggaran HAM sebagai jalan keluar untuk memperkuat daya kristis, daya kontrol dan daya tawar politik yang bermakna.

Kedua, jangan pilih caleg / parpol dan capres / cawapres pelaku pelanggaran HAM, pelindung pelanggar HAM, atau yang tidak memiliki agenda HAM.

Ketiga, pilih caleg / parpol, capres / cawapres yang pro-HAM, pro-rakyat, serta jangan mudah percaya pada janji mereka yang tidak memiliki rekam jejak keberpihakan terhadap korban/rakyat. Nah, jelas kan...JANGAN pilih mereka yang pernah terlibat dalam melakukan aksi kekerasan, penculikan, apalagi pembunuhan. Termasuk mereka yang melindungi para pelaku...selain itu, malu doonk kita memiliki anggota legislatif bahkan Presiden/Wapres yang pernah menyandang gelar penculik, apalagi pembunuh ! Masih ada banyak putera-puteri Indonesia yang layak kita pilih. Kita hanya perlu memberi mereka kesempatan, yaitu dengan memilih mereka yang memang pantas dipilih karena memiliki integritas sebagai manusia.

Keempat, rakyat yang memilih GOLPUT, jadilah golput yang kritis dan aktif mengorganisir diri serta melakukan pendidikan politik. Kalau tidak tahu bagaimana melakukan pendidikan politik, paling tidak jadilah seorang golput yang giat menganjurkan orang lain untuk menggunakan hak pilihnya. Hubbyku bilang, ini baru namanya golput yang cerdas ! :)

Kelima, negara harus memenuhi kewajibannya untuk menuntaskan berbagai masalah pelanggaran HAM dan memenuhi hak-hak dasar rakyat pada sisa waktu pemerintahannya. Hmm...am just hoping that President SBY reads my blogs here, then i will say these, "hi mr P, I want you to know that I gave you my vote back on 2004. So please do your homework on this human rights issue, be the leader in defending your own people, then definitely I will vote for you again this year".....sengaja ditulis dalam bahasa inggris, soalnya khan Pak SBY suka sekali berbicara bahasa inggris tooh ??? :)

Usai membacakan seruan pejuang HAM, peserta konvoi melanjutkan perjalanannya menuju DPR RI dan menyampaikan orasinya. Mereka menyerukan agar rakyat tidak memilih caleg yang tidak mendukung upaya penuntasan kasus pelanggaran HAM. [so for my elder brother and sister, titip yaaa kalau terpilih jadi anggota legislatif baik dari PDS maupun PDIP, untuk dapat memprakarsai penyelesaikan kasus pelanggaran HAM....ini baru namanya sayang adik dan yang terutama, sayang rakyat ! hehehe]

Buat teman-temanku. Enam hari lagi adalah hari pemilihan. Buat yang memutuskan untuk tidak menjadi golput, masih ada kesempatan untuk memikirkan, menimbang-nimbang [silahkan saja jika ingin menggunakan metode klasik dengan cara menghitung kancing...ini boleh-boleh saja kok !], siapa gerangan yang akan anda pilih. Siapapun orang itu, pilihlah seseorang yang memang memiliki kualitas untuk menempati posisi tersebut, bukan asal nge-top atau dikenal baik semata [sekedar "baik" saja tidak cukup untuk memimpin negeri ini, kita butuh seseorang yang memang mau bekerja untuk rakyat, untuk kita !]. Jangan kita sampai salah pilih dan dikemudian hari pilihan kita itu ternyata hanya ingin memperkaya diri sendiri, keluarga dan kelompoknya. Ini namanya kita telah ditipu dan suka tidak suka, kita turut bertanggungjawab atas kesalahan orang ini, termasuk dalam partisipasi membuat negeri ini tidak menjadi lebih baik. Mudah-mudahan mereka yang dahulu memilih anggota legislatif pelaku korupsi seperti Alamin Nasution, tidak akan mengulangi kesalahan dalam memilih lagi !

Selain itu, jangan biarkan ada orang lain memilih atau menentukan pilihan anda. Karena ini adalah tanggung jawab kita sebagai pribadi, sebagai pemilih individual. Selamat memilih !

One [Wo] Man. One Vote. One Value.