November 9, 2008

The End of Amrozi CS

Malam ini kota Jakarta diguyur hujan deras. Dan dari TV malam ini aku mendengar berita bahwa eksekusi mati telah dilaksanakan terhadap Amrozi, Ali Gufron dan Imam Samudra. Setelah seminggu penuh berita di berbagai televisi nasional menayangkan berita seputar rencana eksekusi mereka, maka malam ini adalah puncak penantian dari mereka yang mengharapkan ditegakkannya keadilan melalui kematian trio pelaku bom bali ini. 

Namun apakah kematian mereka adalah jawaban dari peristiwa menyedihkan yang terjadi 6 tahun lalu itu ? Apakah dengan kematian mereka juga dapat menghentikan paham-paham dan keyakinan Amrozi dkk ? Apakah kematian mereka menjamin tidak akan ada lagi kekerasan dan terorisme? Ataukah kematian mereka justru akan semakin membuat subur gerakan-gerakan baru yang akan meneruskan perjuangan mereka? 

Enam tahun lalu Amrozi dkk telah mengambil nyawa dan kehidupan 202 orang. Sementara ratusan lainnya terluka dan barangkali masih mengalami trauma hingga hari ini. Dan mengakibatkan berbagai kerugian lainnya baik yang dialami oleh korban dan keluarganya, maupun negara dan Indonesia secara khusus. Enam tahun lalu Amrozi dkk telah mencuri hak Tuhan dan berperan sebagai tuhan. Mengambil nafas kehidupan seseorang adalah hak tunggal Tuhan, Sang Pemberi Kehidupan itu sendiri. Apapun alasannya tidak dapat dibenarkan, dan enam tahun lalu Amrozi dkk telah menjadi pembunuh. Namun haruskah kini kita, apalagi negara, mengambil nafas kehidupan mereka juga sebagai akibat perbuatan mereka enam tahun lalu? Lalu apakah bedanya kita, apakah bedanya negara dengan Amrozi dkk itu ? Kitapun telah menjadi pembunuh ! 

Sejatinya setiap manusia memiliki hati nurani dan kebutuhan untuk berbuat kebajikan. Itu sebabnya selagi nafas kehidupan masih kita miliki, sejahat apapun kita, masih ada kesempatan dan ruang untuk pertaubatan dan harapan akan perubahan. 

Jikalau benar malam ini adalah malam terakhir Amrozi dkk, semoga sebelum nafas kehidupan mereka diambil oleh "tuhan-tuhan dunia" ini, ada mujizat dan pertaubatan terjadi dalam diri ke3-nya. Semoga masih diberi kesempatan untuk memohon ampunan kepadaNya sebelum semua berhenti untuk selamanya.

Setidaknya semoga Amrozi dkk menyadari keberuntungan yang mereka miliki paling tidak sejak tertangkapnya mereka enam tahun lalu. Beruntung karena mengetahui kapan hari terakhir mereka didunia dan bagaimana mereka akan mengakhiri dan meninggalkan kehidupan. Karena bagi banyak orang, termasuk ke 202 orang korban mereka, tidak memiliki keberuntungan untuk mengetahui rahasia Tuhan ini, tidak pernah mengetahui saat hari kematian itu datang menjemput. Tidak sempat mengucapkan salam perpisahan apalagi menulis dan membacakan wasiat serta ditayangkan diberbagai televisi nasional sebagaimana halnya trio bom bali tersebut. Bagi Amrozi dkk cukuplah enam tahun ini menjadi tahun yang penuh sorotan dan liputan atas segala sepak terjang mereka. Cukuplah mereka melampiaskan mimpi mereka menjadi celebritis, bila memang pernah bermimpi menjadi seorang celebrity. 

Proses jelang kematian Amrozi dkk rasanya menjadi prosesi yang phenomenal yang pernah tercatat dalam sejarah jelang kematian seorang anak Indonesia. Semua dipersiapkan demi menyambut "gebyar" kematian mereka. Mereka yang terlibat sebagai panitia meliputi ratusan polisi dan aparat yang bersiaga bukan hanya di Lapas Nusakambangan, tetapi juga bersiaga di kampung halaman mereka, demikian juga ratusan journalis dan media yang meliput selaku seksi dokumentasi. Tidak putus-putus meliput berita jelang eksekusi dan menyiarkan secara khusus. Bahkan penyiaran berita kematian mantan Presiden Suharto pun tidak selengkap penyiaran berita eksekusi Amrozi dkk. Paling tidak dalam hal penayangan pembacaan surat wasiat yang disaksikan oleh jutaan pemirsa televisi nasional bahkan internasional. Seksi transportasi juga tidak kalah sigap mempersiapkan fasilitas khusus bagi para tokoh ini. Tiga helikopter bahkan exit strategy khusus direncanakan dan dipersiapkan bagi mereka. Hingga prosesi gladiresik juga khusus dirancang demi memastikan segala sesuatunya berjalan lancar. Singkatnya ada banyak kemewahan yang khusus dipersiapkan demi menyambut jelang kematian Amrozi dkk, termasuk penundaan dan lambannya prosesi eksekusi itu sendiri yang cukup membuat "gerah" pihak-pihak yang begitu bersemangat melihat kematian mereka. Bahkan seorang korban "eksekusi" lain seperti Tibo-pun tidak memiliki keistimewaan akan halnya Amrozi dkk ini. 

Sembari menikmati guyuran hujan kota Jakarta malam ini, terbersik pertanyaanku, apakah yang Amrozi dkk pikirkan dan rasakan malam ini, sebelum nafas kehidupan mereka dicabut selamanya ? Adakah kecemasan dan rasa takut, adakah penyesalan, ataukah justru semakin mereka merasa telah menjadi pahlawan demi apapun itu yang mereka yakini. Aku tetap berharap semoga Sang Pemberi Kehidupan memberikan mujizatNya, dan memberikan pada mereka pengampunanNya....

Life is beautiful, life is so precious ! 

9 comments:

Anonymous said...

Hai...
Salam kenal dari saya Michael Siregar di Virginia -USA.
Tulisan Anda sangat bagus sekali, mempunyai muatan pesan yang disampaikan secara "halus" saya tunggu karya tulis selanjutnya.

Lia Marpaung said...

hi michael. salam kenal juga dari jakarta indonesia. senang dan bangga sekali anda berkenan mengunjungi rumah saya disini. semoga kita dapat saling bertukar cerita dan berita.

Boodeznee said...

Lia, nice posting. Aku tuh sekarang lagi benar2 bingung bagaimana menjelaskan ke Rocky mengenai hukuman mati bagi para pembunuh. Dia tanya bukannya soal mati itu haknya Tuhan ya Ma? Jawabnya gimana ya? Karena sama seperti kamu, aku setuju Amrozi Cs tidak punya hak membunuh 202 nyawa manusia di Bali itu. Tapi jauh dalam hati juga aku tahu, jaksa hakim dan para juru tembak itu juga sama tidak berhaknya mencabut nyawa mereka. Ah, pusing.

Arief Firhanusa said...

"Namun apakah kematian mereka adalah jawaban dari peristiwa menyedihkan yang terjadi 6 tahun lalu itu ? Apakah dengan kematian mereka juga dapat menghentikan paham-paham dan keyakinan Amrozi dkk ? Apakah kematian mereka menjamin tidak akan ada lagi kekerasan dan terorisme? Ataukah kematian mereka justru akan semakin membuat subur gerakan-gerakan baru yang akan meneruskan perjuangan mereka?"

Itu yang sekarang juga sedang mengganggu pikiran saya ...

Anonymous said...

yang saya pikirkan justru ketika peluru melesat menembus dada dan jantung mereka. masih ada sisa 10 detik sebelum mereka menghembuskan nafas terakhir.

dalam 10 detik itu, apa yang mereka pikirkan? dengan kepala terselubung kain hitam, gelap.

lalu, pelan-pelan nafas tersenggal dan terhenti.

Unknown said...

desny: speechless gue...mudah2an ke-2 ponakanku [si 2C] tidak menanyakan hal serupa...bisa aku juga bingung ngejawabnya hehehe kalau dah tau bagaimana cara ngejelasinnya, share juga ya buu hehehe

mas arief:doaku semoga kematian mereka juga sekaligus membawa pergi jauh amarah mereka...semoga...

blue: makasih dah mengunjungi rumahku disini yaa...dari berita yang saya dengar, amrozi dkk menolak memakai penutup mata, dan memilih untuk melihat bagaimana peluru itu datang menghampiri mereka....salut untuk keberanian mereka....seandainya saja keberanian ini dulu digunakan untuk hal positif yang membawa lebih banyak berkat daripada "sengsara dan dukacita" kepada sesama...kini, keberanian itu menjadi sia-sia belaka....

goresan pena said...

aku hanya bisa bilang; akhirnya...

hm, mungkin kita malah bisa membantu mengurangi dosa-dosa amrozi dnegan memberinya hukuman di sini...

hehehehhehe....konyol banget yah...

pa kabar bu?

L. Pralangga said...

Terlepas dari hak siapa, penegakan hukum memang sudah seharusnya menjadi deterence measures.. aren't we all living in a an ever-crazier world? :D

Lia Marpaung said...

ksatrio: penegakan hukum memang harus diterapkan dan dihormati...tetapi seharusnya dilakukan dengan elegan dan tidak justru melanggar hak asasi manusia paling mendasar...yaitu hak hidup...yg seharusnya hanya dapat dicabut oleh sang pemilik kehidupan itu sendiri....

hesra: hadiir....hehehe....kabar baik, darlin....kamu gimana ???