March 5, 2009

Kisah Sedih Prasetyo


"Mereka yang tumbang paling awal. Dan bangkit paling akhir...."


Ini cerita tentang seorang lelaki bernama Presetyo, mantan buruh perusahaan pengekspor pertanian di Semarang. Awal Desember 2008 kemarin bersama ribuan karyawan lainnya, Prasetyo harus kehilangan pekerjaannya. Ia tak pernah menyangka rontoknya pasar saham Wall Street di Amerika-Serikat, negeri "super-power" yang hanya dikenalnya lewat tayangan-tayangan berita di media Indonesia, ternyata juga memiliki "power" untuk menghancurkan periuk nasi keluarganya, dan ribuan buruh lainnya di Indonesia. Kini berbekal uang pesangonnya sebesar 10 juta rupiah, Prasetyo berencana untuk memulai hidup baru sebagai peternak di kampung halamannya, di Temanggung [dikutip dari www.vhrmedia.com - Tumbal-tumbal Krisis].

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Erman Suparno, mengatakan hingga akhir November 2008 telah terjadi pemecatan terhadap 23,927 buruh. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Banten mencatat, sejak krisis ekonomi global terjadi sudah lebih dari 11 ribu buruh di "rumahkan". Dan tidak tertutup kemungkinan jumlah ini akan semakin bertambah ditahun ini. Masih akan ada "Prasetyo" lain yang sangat mungkin mengalami nasip serupa.

Teringat aku saat pertama kali diproklamirkan telah terjadinya gelombang krisis ekonomi, bahkan hingga menjelang penghujung tahun 2008 sejumlah pengamat ekonomi meyakini krisis dunia ini tidak akan mampu mengolengkan perahu ekonomi negeri kita, dan memang pada saat itu dampaknya belum terlalu dirasakan oleh hampir seluruh pelaku bisnis di Indonesia. Aaah begitu sombongnya kita saat itu ! Namun bagaimana sekarang ini ?

Prasetyo dan terutama rekan-rekannya sesama buruh telah menjadi tumbal krisis, sekaligus tumbal kesombongan suatu bangsa besar yang mengaku begitu "super-power", tetapi toh masih bisa runtuh juga. Mereka juga menjadi tumbal kesombongan pemerintah negeri ini, yang begitu yakin tetap mampu berdiri tegak disaat dunia sedang "menggelepar", begitu yakin namun dibekali persenjataan dan amunisi yang begitu minim untuk menghadapi serangan musuh bernama krisis ekonomi global. Setiap kali membuka lembaran berita di surat kabar, selalu aku tertegun dan turut merasa terluka saat membaca ada begitu banyak kisah Prasetyo yang lain...kisah anak negeri ini, yang barangkali baru saja mampu berjalan dan berdiri, tetapi harus terhenti, atau bahkan terjatuh kembali.

Merekalah tumbal-tumbal krisis, yang tumbang paling awal dan yang bangkit paling akhir....

4 comments:

Anonymous said...

hmmm...mungkkin menegur kita untuk selalu bersyukur yah mbak...
setidaknya, tulisan mbak Lia ini, bikin saya merenung sejenak..alangkah kata syukur begitu gampang diucap...tetapi begitu sulit, menerapkannya...

Lia Marpaung said...

hezra: seringkali kita sulit bersyukur, krn terlalu tinggi menaruh harapan dan tidak pernah merasa "terpuaskan".

G: seandainya aku bs membantu menjawab pertanyaan terakhirmu...tetapi bersyukurlah [hehehe], aku ini bukan seorang ahli ekonom yang harus mampu menjawabnya...hehehe dan benar sekali, yang "terbaik" seringkali kita cantumkan menurut sesuatu dari sudut pandang kita...bukan yang terbaik bagi semua...dalam kenyataan lebih sering digunakan, yang terbaik bagi penyandang dana atau pemilik kekuasaan...

mengenai mengubah sistem, hmm...aku kok pesimis yaa...karena lagi2, sistem dibuat oleh mereka yang memiliki power dan lagi2 dana,...sistem saat ini dianggap lemah buat kita yang merasakan dan terkena dampak...entah buat yang mendesignnya...

Anonymous said...

Sedih karena orang-orang seperti Prasetyo yang harus selalu terkena imbas paling besar dari masalah perekonomian..

Cuman bisa berdoa supaya keadaan ini bisa membaik dan bersyukur karena diingetin bahwa di dunia ini masih banyak orang susah dan betapa hidup kita ini penuh dengan berkat kecil yang selalu bisa kita syukuri tiap hari..

Lia Marpaung said...

benar retrira, semoga setiap hari kita dapat tetap mengucap syukur....