December 23, 2008

Siapa Berani Nikah Beda Agama ?

Setelah buku "Fiqh Lintas Agama" terbitan Paramadina yang fenomenal, disusul buku "Pernikahan Beda Agama; Kesaksian, Argumen Keagamaan, dan Analisis Kebijakan" terbitan Komnas HAM, kembali terbit buku berjudul "Kado Cinta Bagi Pasangan Nikah Beda Agama" yang ditulis oleh Achmad Nurcholish dan Mohammad Monib.

Berikut adalah ulasan resensi buku setebal 308 halaman tersebut. Salut buat Gramedia yang berani menerbitkannya, ditengah gelombang "cercaan" bagi yang tidak menyukai topik ini diangkat dalam ruang publik.

-------------------------------
Meski Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memfatwakan haram nikah beda agama (NBA), dalam realitanya kebutuhan muda-mudi untuk menyatu dalam biduk rumah tangga tetap tidak terbendung. FENOMENA menikah beda agama menyerupai gunung es. Masyarakat hanya tahu segelintir pasangan. Itu pun kalau pelakunya artis atau public figure. Fenomena seperti itu pernah ditangkap secara intelektual oleh Yayasan Wakaf Paramadina.

Sebelum buku Kado Cinta Bagi Pasangan Beda Agama lahir, Paramadina pernah membentuk tim beranggotakan Nurcholish Madjid, Kautsar Azhari Azhari Noer, Komaruddin Hidayat, Masdar F Mas'udi, Zainun Kamal, Zuhairi Misrawi, Budhy Munawar-Rachman, Ahmad Gaus AF, dan Mun'im A Sirry. Hasilnya, buku Fiqh Lintas Agama yang menghebohkan umat Islam. Dalam buku itu intinya, pernikahan yang ditentang oleh mayoritas umat, secara teologis diperbolehkan. Akad-nikah NBA boleh dan sah secara Islam.

Nah, buku gres tentang pernikahan beda agama ini lebih heboh lagi. Penulisnya ialah Mohammad Monib, alumnus Pesantren Gontor Ponorogo dan Ahmad Nurcholish. Nurcholish pelaku nikah beda agama yang juga mantan aktivis Youth Islamic Study Club (YISC) Al-Azhar Jakarta.

Buku setebal 300 halaman ini diberi pengantar oleh Siti Musdah Mulia, aktivis perempuan yang baru saja memeroleh penghargaan Yap Thiam Hien Award 2008 dan Yudi Latif. Dalam pengantarnya, Musdah menilai buku tersebut sebagai karya kemanusiaan luar biasa. Adapun Yudi mengapresiasi penulisnya yang berani berkontroversi di wilayah paling sensitif bagi umat Islam.

Monib dan Nurcholish sepertinya memang terinspirasi oleh buku Fiqh Lintas Agama (FLA). Dalam penilaian keduanya, FLA merupakan puncak kreativitas dan ijtihad intelektual abad ke-20. Bahkan penulisnya diapresiasi sebagai mujtahid mutlak abad globalisasi. Alasannya, mereka benar-benar mendedikasikan diri sebagai cendekiawan muslim yang berani, mandiri, dan memiliki integritas keilmuan. Mereka dinilai sukses mencarikan 'syariat' yang benar, baik dan bermaslahat bagi pasangan-pasangan beda agama (hlm 12).

Apa yang menarik dari buku ini? Kedua penulisnya alumni pesantren dan konsultan nikah beda agama. Berbagai argumentasi, teologis, psikologis, kaidah ushul al-fiqh dan fiqhiyah disinggung jelas. Umumnya masyarakat paham, Alquran hanya membolehkan akad-nikah laki-laki muslim dengan perempuan ahl al-kitab (Yahudi dan Kristen). Bagaimana kalau perempuannya yang muslim? Monib dan Nurcholish dengan merujuk pada surah Al-Rum (30:21) membolehkan akad-nikah seorang muslimah tidak saja dengan laki-laki ahl al-kitab, tetapi dengan pasangan beragama Buddha, Hindu, dan Konghucu. Akadnya pun menarik, dengan dua cara, Islam dan pemberkatan. Argumentasinya, syahadat bukan rukun nikah. Bagi keduanya, surah Al-Rum (30:21) menandaskan bahwa menikah merupakan takdir dan fitrah suci laki-laki dan perempuan.

Aspek psikologisnya, karena kasih-sayang dan cinta yang mengikat mereka merupakan makhluk Tuhan yang tidak bisa disalahkan. Menyalahkan cinta sama saja kita menyalahkan penciptanya. Akad-nikah Rasul Muhammad pun tanpa syahadatain (ikrar suci masuk Islam). Sebab, beliau menikah dalam usia 25 tahun dan menjadi Rasul umur 40 tahun. Tegasnya, syahadat belum muncul. Begitu pun sahabat-sahabat Rasulullah. Kajian keduanya sampai pada kesimpulan, Rasul dan sahabat tidak pernah melakukan pembaruan nikah (tajdid al-nikah).

Secara keseluruhan, argumentasi teologis yang melandasi keduanya menikahkan seorang muslimah dengan laki-laki non-muslim ditegakkan atas maqashid al-syar'iyah, sandaran ushul al-fiqh dan kaidah fiqhiyah yang diulas secara detail dalam buku (hlm 43-45).

Buku ini benar-benar menerjang cara pandang mainstream umat Islam. Keduanya mempertanyakan, adakah solusi yang baik dan benar selain pernikahan bagi pasangan nikah beda agama? Adakah cara lain yang lebih terhormat dan benar dalam menyalurkan fitrah, kebutuhan biologis dan memperoleh generasi di luar akad-nikah atau perkawinan?

Untuk diketahui, Mohamad Monib adalah mantan Direktur Pusat Studi Islam (PSI) Paramadina. Dalam buku ini ia menguak langkah mundur dan melencengnya Paramadina dari visi awal. Dengan merujuk ke wawasan dasar yayasan, ia berpendapat, yayasan itu semula merupakan minor creative, kelompok kecil yang produktif dalam berwacana. Termasuk untuk isu-isu keislaman yang paling kontroversi pun.

Tapi sekarang, Paramadina dianggap berganti haluan, stagnan, tidak lagi kreatif dan jarang terdengar 'suara' dalam wacana keislaman dan kemanusiaan. Monib prihatin sekali dan mengatakan, "Inilah prahara dan kiamat intelektual dalam sejarah Paramadina" (hlm 14).

Yayasan yang didirikan oleh Nurcholish Madjid ini memiliki moto, 'mengembangkan dan mentradisikan kebebasan-kebebasan intelektual dan berpendapat'. Karena itu, seharusnya, yayasan ini berupaya membebaskan umat dari 'pakem' dan 'kerangkeng' yang dikira mutlak, sakral, dan syariat harga mati. Menurut Monib, yang tidak bisa ditawar dalam Islam hanya dua doktrin: Tuhan Esa (ahad) dan Ia pasti ada. Selain itu, bisa diperdebatkan.

Akhirnya, seperti Siti Musdah dan Yudi Latif, secara teologis dan psikologis muatan buku ini memang kontroversial. Namun, siapa pun pembacanya akan lebih bijak dan arif memahami masalah NBA.

2 comments:

goresan pena said...

hm... posting inipun menghantam pemikiran saya juga bu...

lagi2, saya teringat lagu tere; mengapa ini terjadi...

how's life?

Lia Marpaung said...

hi hezra, maaf belum sempat kontak2 kmaren yaa...natalan kemaren malah sibuk di rumah sakit, krena adi dirawat krn diare2 hehehe....hope to talk to you soon, darlin !