February 25, 2009

Dicari : Caleg Pro-HAM

Wajah penegakan hak asasi manusia di Indonesia masih memperlihatkan keburamannya, walau terbersit harapan yang telah diberikan dalam amanat konstitusi yang menyatakan secara tegas adanya jaminan hukum dan HAM bagi seluruh rakyat tanpa diskriminasi. Namun dalam tataran implementasinya ketentuan hukum belum tentu memberikan jaminan untuk memenuhi harapan-harapan korban untuk menuntut dikembalikannya hak-hak dasar dan martabat kemanusiaan yang telah lama tercerabut dari kehidupan mereka.

Korban-korban HAM dari hari ke hari makin bertambah. Berbagai kasus pelanggaran HAM belum terselesaikan secara tuntas, khususnya pada kasus-kasus pelanggaran HAM masa lampau seperti kasus tragedi 1965, Talang Sari, Mei 1998, Trisakti Semanggi II & II, penculikan aktivis pro-demokrasi 1997/1998 yang mengalami kemandegan di Kejaksaan Agung. Belum lagi pada kasus Tanjung Priok dan Timor Timur dimana pengadilan membebaskan seluruh pelaku [grrrggghh !!!]. Kebijakan negara dengan mereformasi berbagai mekanisme dan institusi formal tidak serta merta memaksimalkan kerja-kerja proses inisiatif dalam pemenuhan hak-hak korban. Komnas HAM misalnya, sebagai institusi negara yang dibangun untuk menyelesaikan persoalan HAM, hanya bisa memainkan perannya sebagai tempat mengadu dan mengkoleksi berbagai persoalan HAM yang terjadi di Indonesia [please forgive us to say this, bang ifdal :)]

Negara cenderung bersikap [terlalu] pasif dengan melakukan pengabaian dalam berbagai kasus kekerasan aktual yang melibatkan persengketaan konflik antara unsur aparat hukum dengan warga. Publik menilai performa TNI dan Polri masih jauh dari bentuk profesionalitas yang diharapkan sehingga kerap memicu berbagai tindak kekerasan di luar batas kewenangan mereka. Dimensi penegakan hak-hak sipil politik juga acapkali terbentur dengan kerja-kerja intelijen yang masih bergerak di luar koridor hukum, seperti yang terjadi dalam kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib. Padahal negara membutuhkan intelijen yang efektif demi kepentingan keamanan nasional, sambil terus menjaga akuntabilitas dalam kerangka demokrasi dan rule of law.

Kekerasan yang kian beranak-pinak dalam wujud pertikaian antar warga sipil juga menjadi catatan kelam yang terjadi sepanjang tahun 2008. Perlindungan terhadap hak-hak dasar yang otentik belum kunjung terpenuhi, dengan diimitasinya perilaku lama para aktor pertahanan dan keamanan dalam struktur sosial masyarakat. Premanisme atas nama politik ketuhanan berhasil menciptakan teror, penganiayaan dan intimidasi di tengah masyarakat. Situasi sosial politik kekinian Indonesia tersebut telah menimbulkan kekhawatiran dari banyak pihak khususnya dunia internasional yang memandang pentingnya penghargaan hak asasi manusia dalam proses berdemokrasi.

Hingga kini, isu hak asasi manusia masih dirasa sepi menjadi agenda politik partai politik/caleg atau capres. Keberadaan caleg dari kalangan gerakan diharapkan dapat membawa angin segar bagi perluasan perjuangan HAM di jantung kekuasaan. Hadirnya generasi-generasi baru pembawa pesan kemanusiaan dan perubahan di parlemen diharapkan bisa mempergunakan momentum politik demi kemajuan penegakan hak asasi manusia. Sejauh mana harapan itu terwujud sangat ditentukan oleh konsistensi, kompetensi caleg-caleg dari kalangan gerakan tersebut memainkannya. Akankan mereka melanjutkan agenda terdahulu atau berubah menjadi mesin politik, tentu waktu yang akan menjawab.

Nach, dalam rangka mencari caleg atau bakal anggota legislatif yang pro-HAM, teman-teman dari Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan [KONTRAS] mengadakan suatu rangkaian kegiatan dialog interaktif bersama para calon potensial anggota DPR RI periode 2009-2014 mendatang guna membuka ruang komunikasi dengan para caleg DPR tertentu, sekaligus sebagai inisiasi relasi baru antara berbagai komunitas korban pelanggaran HAM dan publik umum dengan para caleg tersebut.

Para narasumber yang merupakan caleg DPR RI akan mempresentasikan agenda hak asasi manusia dan topik kemanusiaan yang relevan lainnya. Diharapkan para caleg bisa memaparkannya dalam berbagai dimensi seperti agenda promosi hak-hak sipil-politik, atau hak-hak ekonomi sosial budaya, atau agenda akuntabilitas negara terhadap kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu, atau reformasi legislasi-institusional yang dianggap penting dan akan dijadikan agenda prioritasnya sebagai calon legislator.

Acara yang akan terus dilaksanakan hingga akhir masa kampanye Maret 2009 ini diharapkan dapat lebih membantu rakyat, termasuk saya, untuk dapat lebih mengetahui siapa dan bagaimana kapasitas caleg yang akan mereka pilih. Jangan sampai salah pilih, apalagi memilih caleg yang [pernah] terlibat pembunuhan maupun melakukan pelanggaran HAM lainnya. Oya, jikalau tertarik untuk datang melihat dan berdialog dengan para caleg yang diharapkan benar-benar pro-HAM ini, silahkan datang ke kantor KONTRAS di Jl. Borobudur No. 14, Menteng, Jakarta. Sesi ke-2 dari acara ini akan diadakan Kamis besok, 26 Februari mulai pukul 10 pagi hingga selesai.

2 comments:

goresan pena said...

hmmm... (manggut...manggut sok serius...)..

hm... selain pemerintahan, saya pikir adalah membangun kesadaran masyarakat juga..apa yah...kalau kita nya nggak ngerti tentang HAM, bahkan mungkin tidak peduli lagi... ah, masih segar kah kasus-kasus itu diingatan semua orang??? kayaknya enggak...
perspektif media juga kadang malah 'mengaburkan' hal-hal itu..

masih banyak PR mbak..

(he, entah nyambung entah enggak......)

Lia Marpaung said...

hahaha hezraaaa, aku jadi ngebayangin wajahmu lagi manggut2 hihihi

sesungguhnya, jikalau pemerintah tetap terus membantah akan pernah terjadinya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara pada masa lalu, tidak mengakui dan tidak memberikan kompensasi kepada korban2nya, selalu akan ada "ganjalan" dan "sandungan" pada roda perjalanan negeri ini...