February 4, 2009

Jika Rakyat "Mengamuk"....

Ratusan massa pagi tadi "mengamuk" di Gedung DPRD Sumatra Utara. Awalnya kerumunan massa berjumlah 750 orang berdemonstrasi menuntut agar DPRD membuat rekomendasi kepada DPR-RI tentang pemekaran wilayah Tapanuli. Namun entah "kerasukan" atau memang beginilah gambaran rakyat jika "terprovokasi", aksi demo yang dipimpin oleh Chandra Panggabean, juga seorang anggota DPRD Sumut dan orator Germok Samosir, berubah menjadi anarkis seiring dengan semakin bertambahnya jumlah massa yang bergabung, belakangan diperkirakan hingga berjumlah 2,000 orang. 

Siapa yang jadi korban amukan rakyat ? Ahh...malang benar nasip sang Ketua DPRD, Abdul Aziz Angkar. Almarhum yang saat demonstrasi berlangsung sedang memimpin rapat dengan Sekda Sumut akhirnya menjadi korban "amukan" ribuan massa. Setelah sebelumnya pingsan dan mengalami serangan jantung yang diduga akibat pemukulan oleh massa yang mengamuk, beliau akhirnya menghembuskan nafas dalam perjalanan menuju RS Gleni. 

Turut sedihkah anda mendengar berita mengenaskan ini ? 

Saya...sangat amat bersedih ! Inikah perwakilan gambaran mental sekaligus perilaku rakyat negeriku ? Kasar. Mudah naik pitam dan main hakim sendiri. Mudah terprovokasi. Mudah dihasut. Senang main keroyok. Tidak punya kasih apalagi kesabaran. Malukah kita dengan kejadian memalukan sekaligus memilukan ini ? Saya amat sangat malu ! Apalagi ada darah batak mengalir dalam diri saya [orang Sumatera Utara masih identik orang batak kan ???]. Lebih malu lagi karena selama ini saya selalu membanggakan negeri saya ini sebagai negara "beragama". Khususnya dikalangan teman-teman bule saya. Saya merasa negeri saya jauh lebih baik dibanding negara mereka. Kebanyakan teman bule saya itu tidak beragama. Tidak pernah melakukan ritual keagamaan sekhusyuk yang saya dan rakyat negeri ini selalu lakukan, ...dimana gereja, mesjid, dan berbagai bangunan peribadatan begitu mudah ditemui...hanya selemparan batu begitu kata teman bule saya pernah mengomentari, dan tidak pernah sepi....setiap hari selalu ada rangkaian ibadah....haram hukumnya dinegeri ini bila rumah ibadahnya dibiarkan kosong-melompong....[bisa terkena tuduhan aliran sesat !]....oya, sangkin beragamanya rakyat negeriku, pemerintahnya bahkan menetapkan begitu banyak libur nasional terkait perayaan keagamaan dalam setahun ....produktivitas tidak terlalu dipermasalahkan dinegeri ini....yang diutamakan adalah jaminan agar rakyatnya bisa menjalankan ritual keagamaannya.....hmm, tidakkah ini menunjukkan rakyat negeri ini sungguh sangat "beragama" ? 

Lalu, jikalau keagamaan telah sebegitu lekatnya pada diri rakyat negeri ini, salahkah bila kemudian kita berharap dapat melihat gambaran kualitas positif yang dipancarkan melalui sikap dan tindakan manusianya ? Bukankah kebaikan, kesabaran, kasih dan ketulusan adalah inti dari setiap ajaran agama ? Namun kenapa hal ini tidak terlihat pada peristiwa yang terjadi hari ini, bukankah mereka yang berdemo itu juga manusia Indonesia yang beragama [karena kalau tidak beragama, katanya tidak layak menjadi warga negara Indonesia !] Lalu, apakah hanya karena aspirasi dan keinginan mereka yang tidak terpenuhi, maka tindakan anarkis dibenarkan ? [Oya, merusak gedung DPRD, menghancurkan pagar pembatas, melempari, memukuli, dan hal-hal lain yang tertangkap kamera terjadi hari ini di gedung DPRD Sumut, termasuk tindakan anarkis kan ???] Kemana perginya ajaran moral keagamaan ? Ataukah, aah, ini yang menakutkan.....apakah agama ternyata tidak dapat memberikan kepastian akan sikap dan perilaku positif seseorang dan suatu negara ? 

Ataukah, lagi-lagi kemiskinan yang menjadi biang keladinya sehingga rakyat begitu mudah dihasut, dibodohi dan dimanfaatkan oleh mereka yang punya kepintaran, kekuasaan sekaligus kekayaan ???

Apapun itu, hari ini satu anak Indonesia telah menjadi korban. Selayaknya hal inipun menjadi catatan buat mereka yang berambisi meraih kursi di DPR maupun DPRD. Tidak mudah, bahkan ternyata sangat beresiko menjadi anggota dewan perwakilan rakyat di Indonesia ! Salah-salah nyawa melayang seperti halnya sang Ketua DPRD Sumatra-Utara. Wakil rakyat yang "dikorbankan" rakyatnya sendiri ! Barangkali kedepannya setiap anggota dewan perwakilan rakyat dan pejabat publik juga harus memiliki kualifikasi dan kemampuan dalam menghadapi kerusuhan massa. Saatnya belajar ilmu beladiri ? Atau seni menghindari kerumunan massa ? Oya, juga yang tidak kalah penting, seorang wakil rakyat dan pejabat publik mutlak memiliki kondisi kesehatan yang sangat prima, sehingga tidak mudah terkena serangan jantung saat situasi sulit dan mencekam datang menghadang ! 

4 comments:

Boodeznee said...

Sama seperti anak kecil, kalau kemauannya tidak terturuti kemudian ngambek, atau malah mengamuk.

Nah kalau yang mengamuk orang dewasa ya hasilnya seperti yang Lia ceritakan tadi.

Ketika emosi yang berbicara, hilanglah kejernihan pikiran. Let alone, ajaran2 agama.

Lia Marpaung said...

dalam banyak hal, kita memang harus belajar bisa berdebat tanpa emosi...menghargai perbedaan tanpa kekerasan...karena apapun alasannya [termasuk demi membela agama dan tuhan sekalipun], kekerasan tetap tidak dapat dibenarkan dan merupakan tindak pidana.

goresan pena said...

wahhhh...saya ketinggalan banyak tulisan mbak lia...saya nyicil yah mbak...pelan2 bacanya...

abis, kalo' udah agak lama di depan komp...bawaannya mau jackpot 'mulu...saking pusing nya...hehe...

sekarang udah mendingan kok...udah bisa jalan2 lagi...

aniwe, pa kabar mbak? selalu sehat kan?

maen jogja lagi yukkk....

Lia Marpaung said...

syukurlah hezra, kamu dah kembali sehat...kecapean kah kemaren ? sempat kupikir kamu lagi kembali mudik ke kalbar hehehe

aku masih di bali, mudah2an akhir maret bisa maen kesana ya, non. pengen makan sate yg di depan pasar bringhardjo itu lhohhh....yummy....;)