February 17, 2009

"Milis Kawincampur" bagi Pasangan Beda Agama

Pada tanggal 1 Maret 2005 lalu, bersama seorang teman, Arum Widati, kami berdua membidani kelahiran jaringan Milis kawincampur. Milis ini kami dirikan atas dasar pengalaman pribadi kami sebagai pasangan beda agama, terutama bagi diriku dan pasangan yang baru saja melangsungkan pernikahan kami, fakta yang kami temui saat hendak melakukan persiapan pernikahan beda agama ternyata sangat sulit dan berliku-liku. Bahkan hanya untuk sekedar mencari informasi saja, kami merasa begitu dipersulit oleh berbagai pihak yang menentang, atau yang memilih "diam". Ruang untuk sekedar berdiskusi dan "bernegosiasi" pun saat itu seakan sengaja ditutup rapat-rapat. Seakan suatu hal yang sangat tabu untuk membicarakan apalagi melakukannya. Padahal fakta menunjukkan bahwa pernikahan beda agama lazim dan sangat mungkin terjadi, dan sepatutnya tidak layak hanya menjadi sekedar wacana.

Suatu hal yang patut disyukuri kelahiran jaringan ini ternyata membawa banyak manfaat, paling tidak bagi mereka yang hendak melakukan pernikahan beda agama, atau sekedar mencari informasi, atau bahkan bagi mereka yang hendak belajar lebih dalam mengenai pluralisme dalam kehidupan pernikahan. Mendekati ulangtahun milis kawincampur yang ke 4 pada tahun ini, jaringan ini telah beranggotakan sekitar 300 orang yang tersebar hampir diseluruh Indonesia. Perjalanan kehidupan jaringan ini juga cukup produktif dengan telah secara aktif mengadakan pertemuan rutin tahunan dengan para anggotanya, dimana ternyata juga mengundang simpati dari berbagai pihak baik dari kalangan akademisi maupun lembaga besar seperti Komnas HAM, The Wahid Instutitute, Indonesian Conference on Religion and Peace [ICRP], Yayasan Percik, dsb. Bahkan berdasarkan pengalaman anggota jaringan ini, telah melahirkan beberapa buku terkait pernikahan beda agama, baik yang dibuat oleh Komnas HAM, maupun yang baru saja lahir, buku Kado Cinta Pasangan Beda Agama, karya Achmad Nurcholish. Anggota milis kawincampur juga kerap diundang untuk berbagi pengalaman dan pandangannya dalam beberapa forum diskusi, termasuk yang diadakan oleh pihak gereja batak yang terkenal keras dan juga radio besar seperti Radio 68H. Konsultasi terkait lika-liku nikah beda agama juga kerap difasilitasi oleh para anggota milis ini.

Jika pada awalnya milis ini dikomandani hanya oleh dua orang moderator [Arum dan Lia], saat ini beberapa orang teman yang juga pelaku pernikahan beda agama turut menggawangi milis ini. Ada Stella Hutagalung, Wahyu Handoko, Adi Abidin, Ari Perdana, dan juga penulis buku Kado Cinta Pasangan Beda Agama yakni mas Ahmad Nurcholish. Jika anda ingin bergabung dengan milis ini silahkan mengirimkan email kepada kami di: kawincampur-subscribe@yahoogroups.com Berkat dukungan teman-teman tersebut, milis ini telah melebarkan sayapnya dengan membuka jaringan serupa di http://www.facebook.com/ dengan nama Indonesian Interfaith Couples.

Mengutip perkataan seorang teman, Ari Perdana, "It's a long, difficult fight to convince other people, especially our family. Tetapi bukan tidak mungkin." Maka mudah-mudahan keberadaan jaringan ini mampu memberikan pencerahan bagi yang sedang mencari informasi dan membuka jalan bagi mereka yang berniat melangsungkan pernikahan beda agama, mampu memperluas cakrawala pemikiran dengan semangat pluralisme dan toleransi melalui hubungan antar umat beragama dan pernikahan beda agama, serta pada akhirnya dapat mengadvokasi perubahan pada UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 yang mampu membuka ruang yang lebih mudah dan terbuka bagi penerapan hak asasi manusia di Indonesia, yakni untuk dapat menikah, dan diakui keberadaannya oleh negara dan masyarakat sekalipun berbeda agama dan keyakinan.

Kenapa takut untuk "berbeda" ? Kenapa ragu untuk melakukan suatu "perubahan", jikalau memang meyakini demi kebaikanlah pada akhirnya semua itu bermuara ? Dan sekali lagi, jika sungguh atas nama ketulusan cinta, maka seharusnya ia tak pernah dipersalahkan, apalagi diharamkan.

5 comments:

Anonymous said...

all is fair in love and war?

Arief Firhanusa said...

Kenapa takut untuk "berbeda" ? Kenapa ragu untuk melakukan suatu "perubahan", jikalau memang meyakini demi kebaikanlah pada akhirnya semua itu bermuara ? Dan sekali lagi, jika sungguh atas nama ketulusan cinta, maka seharusnya ia tak pernah dipersalahkan, apalagi diharamkan.

Aku sangat setuju itu, Lia.

Miss G said...

Dear Lia, perubahan itu menakutkan loh.. karena kita lebih suka yang sudah pasti, perbedaan juga menakutkan karena kita lebih nyaman dengan apa yg kita 'kira' kita kenal dengan baik, walaupun sebenarnya kalau ada kasih, maka segala sesuatu ga seharusnya menjadi atau sengaja dijadikan sesulit itu. Salut lah pokoknya dengan apa yang diperjuangkan.

Link kamu sudah saya pasang. Thanks utk kedatangannya di blog saya ya..

Anonymous said...

ini repost ya mbak?
pa kabar?

Lia Marpaung said...

ernut: yes for love, and not for the war :)

mas arief: thanks for your support ! :)

G: yaap, seringkali kita takut keluar dari comfort zone kita, terlanjur enak...atau takut kehilangan ketidaknyamanan itu sendiri....

hezra: kabar baik, bu....bukan repost. mungkin serupa, tapi tak sama hehehe topik ini kutulis lagi dalam rangka mengingat susah payah dulu membangun jaringan milis ini, yang sebentar lagi akan berulangtahun ke 4, dan merespon complaintku terhadap tulisan di: www.vhrmedia.com/pernikahan-Beda-Agama-konsultasi420.html/