February 28, 2009

My Todays' Musing


Kata Kitab Suci, 
"Tuhan Maha Kuasa dan Maha Perkasa, Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang..."

[Harap dibaca dengan "khusyu"...]

Lalu, bagaimana kami mengabadikannya ??? Membuat pedang di tempat peribadatan. Saling berdarah dalam pelukan. Membenturkan badan di jalanan. Bicara perbedaan di ruang pertemuan. 

Itulah yang terpikir olehku saat dirumah, saat ayahku bilang, "Aku dan ibumu sudah tidak sejalan, dan dia telah menjelma menjadi setan". 

[Efek Rumah Kaca, 2008] 

February 26, 2009

Negara dan Penegakan HAM !

Via Facebook dan fasilitas email, kepada beberapa orang teman dan jaringan kerja siang tadi saya mengirimkan informasi terkait diskusi publik yang diadakan oleh KontraS dengan maksud uji kapasitas caleg yang diharapkan pro-HAM. Alih-alih mendukung atau sekedar mengapresiasi kegiatan maupun email pemberitahuan ini, seorang teman malah berbalik merespon  emailku tersebut dengan menceramahi diriku bla-bla-bla....:)

Yang bikin aku sebel bukan soal ceramahnya [itu hak dia untuk berbicara khan], tetapi pernyataannya yang menurutku selain tidak pintar [ups, maaf yaa 'boo] tetapi juga menunjukkan "ketidakpedulian"nya terkait pelanggaran HAM masa lalu. Dalam email terpisah temanku itu berkata, bahwa acara yang diselenggarakan oleh teman-teman KonstraS tidak tepat dan tidak pantas karena hanya membuat orang mengingat kejadian di masa lalu. Kemudian dia juga bilang bahwa yang paling penting adalah masa depan, karena tidak mungkin kita dapat mengubah masa lalu. Termasuk dalam hal pelanggaran HAM, untuk apa membuka kembali kasus lama yang telah selesai, karena hanya akan membuat negara ini tidak dapat maju. 

Hmm, this is just my thought !  Jadi berpikir nih, jangan-jangan temanku itu salah seorang anggota tim suksesnya para pelanggar HAM yang sekarang ini sedang mencoba untuk meraih simpati rakyat dengan mengangkat issue-issue sosial terutama kemiskinan dan penggangguran ! 

Anyway, saya sih amat sangat tidak setuju dengan pemikiran temanku ini [boleh kan memiliki pemikiran yang berbeda ???]. Dalam konteks dan situasi lain, saya mungkin saja setuju untuk dapat melupakan masa lalu...misalnya dalam kasus kalau seseorang putus hubungan dengan pacarnya yang brengsek, boleh saja pakai "paham" begini...tetapi dalam urusan pelanggaran HAM, apalagi yang dilakukan oleh negara, sebagaimana kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu yang memang dilakukan oleh aparat negara....weitsss, kita 'ga bisa semudah itu melupakan apalagi menguburkannya. 

Kebalikan dari pemikiran temanku itu, saya berpendapat bahwa negara ini tidak akan dapat benar-benar bangkit bila belum mampu menyelesaikan kekerasan dan pelanggaran HAM yang pernah dilakukan oleh negara dimasa lalu. Tidak ada artinya Indonesia sekarang ini bila tidak mampu menghargai dan memberikan penghormatan sungguh-sungguh atas nilai-nilai hak asasi manusia. Hak seseorang untuk hidup dan memiliki penghidupan yang layak atas dasar kemanusian seharusnya dapat dimiliki setiap individu, dan negara berkewajiban untuk menjamin agar setiap individu memang dapat  memilikinya dan bukan malah "merampas"nya.

Penegakan HAM adalah tanggung jawab negara dan pemerintah sebagaimana juga tercantum secara jelas dalam Pembukaan UUD 45 negara ini [...melindungi segenap bangsa Indonesia, dst..dst...]. Jelas tertera bahwa ini adalah janji dari Negara Republik Indonesia  untuk semua warga negaranya, walaupun sepertinya baru sejak 1998 janji ini dapat lebih sungguh-sungguh terpenuhi [sebelumnya negara dapat secara bebas dan luwes membunuh serta melakukan penyiksaan terhadap rakyatnya hanya demi alasan menciptakan "stabilitas dan keamanan"]. 

Sekarang ini jaman memang telah berubah. Pemerintah negeri ini juga nampak lebih serius berbenah dan memperbaiki diri dari citra masa lalu [dulu elite politik negara ini merasa sebagai "majikan" dan rakyat sebagai "pembantu" mereka, padahal seharusnya rakyatlah rajanya dan mereka itulah "pembantu rakyat"]. Kita yang hidup di jaman ini patut bersyukur karena kita lebih beruntung dibanding mereka yang hidup sebelum kita, yang rentan mengalami berbagai kekerasan dan penyiksaan yang dilakukan oleh negara, yang nyawanya dapat dihilangkan secara mudah, yang hak hidupnya tidak dihargai dan tidak dianggap "mahal" oleh negara. Itu sebabnya selain layak bersyukur, kita yang hidup di masa sekarang ini juga harus dapat terus berjuang agar negara dapat terus memenuhi janji sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 45 tersebut, bahwa negara tidak boleh lagi mengingkarinya, apalagi menguburkan cerita pedih ini atau mencampakkan begitu saja. Dan selayaknya kita semua, warga negara Indonesia, dapat sepakat bahwa baik itu urusan negara, urusan pemerintah, maupun urusan publik adalah juga urusan kita semua dan tanggung jawab kita bersama. Kita semua adalah "stakeholder" negeri ini, Indonesia kita ini. 

Sebagai warga negara yang memiliki hak pilih, di pemilu 2009 ini saya bertekat untuk dapat menggunakan hak pilih saya secara tepat. Saya memutuskan untuk tidak lagi menjadi "Golput" sebagaimana sebelumnya. Untuk itu saya sangat mengapresiasi apa yang coba dilakukan oleh teman-teman dari KontraS, yaitu dengan memfasilitasi saya sebagai rakyat dan pemilih, untuk dapat melihat sekaligus menguji kemampuan bakal caleg pilihan saya, terutama dalam hal kemampuan caleg tersebut apakah memang memiliki perspektif yang sesungguhnya akan kemanusiaan, yang dapat berjanji dan bertanggung-jawab untuk memperhatikan, menyelidiki, dan menegakkan HAM dalam setiap tindakan legislatifnya. 

February 25, 2009

Christie Learns About Human Rights

[Christie and her aunt, dancing and learning together...]

My 10 y.o. niece, Christie, just received a praise from her teacher and classmates at Binus School for her paper assignment about Children's Right. This assignment was part of her study about human rights...so it's not only her aunt learns and works on human rights issues, but she is also would love to find out more about it...this is one of many other things that I loved about my niece, her interest and her passion to learn about new things, new issues, and to know it deeper.... 

Here is what she wrote about ! 
======================

A.  Introduction

As what I have learned from my study and specially from my family, that all children and young people up to the age of 18 years have all the rights to make sure that they are treated fairly and their needs are met. As I browsed from the internet that every child in the world have been entitled to specific rights such as:

  • The right to life, survive and development
  • The right to have their views respected, and to have their best interests considered at all times
  • The right to a name and nationality, freedom of expression, and access to information concerning them
  • The right to live in a family environment or alternative care, and to have contact with both parents wherever possible
  • Health and welfare rights, including rights for disabled children, the right to health and health care, and social security
  • The right to education, leisure, culture and the arts
  • Special protection for children from sexual, violence, criminal and other forms of child’s exploitation

B.   My Insights

As a ten years old child, I am feeling lucky and blessed that my parents and extended family are very supportive to what I need. I have risen up with very good support for my basic needs such as good education, good food, good house, and freedom to express what I feel, what I like or what I do not like.

Unfortunately I also see from my daily life that still many of my peers and friends are not having the same good life as I have. During on my way to school every morning, I saw many street children need to sell newspaper or magazine, and some must sing a song just to have a one thousand rupiah. Many of them are living on the street, sleeping below the highway bridge in Jakarta city. There are also another children living nearby our house that still can not continue their study on this year, because as my parent said, that they are poor family and can not pay school tuition for their children. While some of friends told me that sometimes their parent used to slap them or shouting on them, especially when my friend made a mistake. My daddy said that a child should be free from any physical abuse, including from their parent, and this is part of a child’s human right.

C.  Conclusion

Childhood is should be a period of time of innocence of a child, a time free of responsibility and conflict, and a time dominated by play and learns. I think it is important that every adult people understand this, and not only school children like me need to learn about what is Children’s Rights. I hope that all adult people can also understand and treat fairly their children, and equipped their children’s need with the best that they can do. A child must be raise up with love and care, and it actually does not require a lot of money. It just requires your sincerity to love your children and respect them!

Dicari : Caleg Pro-HAM

Wajah penegakan hak asasi manusia di Indonesia masih memperlihatkan keburamannya, walau terbersit harapan yang telah diberikan dalam amanat konstitusi yang menyatakan secara tegas adanya jaminan hukum dan HAM bagi seluruh rakyat tanpa diskriminasi. Namun dalam tataran implementasinya ketentuan hukum belum tentu memberikan jaminan untuk memenuhi harapan-harapan korban untuk menuntut dikembalikannya hak-hak dasar dan martabat kemanusiaan yang telah lama tercerabut dari kehidupan mereka.

Korban-korban HAM dari hari ke hari makin bertambah. Berbagai kasus pelanggaran HAM belum terselesaikan secara tuntas, khususnya pada kasus-kasus pelanggaran HAM masa lampau seperti kasus tragedi 1965, Talang Sari, Mei 1998, Trisakti Semanggi II & II, penculikan aktivis pro-demokrasi 1997/1998 yang mengalami kemandegan di Kejaksaan Agung. Belum lagi pada kasus Tanjung Priok dan Timor Timur dimana pengadilan membebaskan seluruh pelaku [grrrggghh !!!]. Kebijakan negara dengan mereformasi berbagai mekanisme dan institusi formal tidak serta merta memaksimalkan kerja-kerja proses inisiatif dalam pemenuhan hak-hak korban. Komnas HAM misalnya, sebagai institusi negara yang dibangun untuk menyelesaikan persoalan HAM, hanya bisa memainkan perannya sebagai tempat mengadu dan mengkoleksi berbagai persoalan HAM yang terjadi di Indonesia [please forgive us to say this, bang ifdal :)]

Negara cenderung bersikap [terlalu] pasif dengan melakukan pengabaian dalam berbagai kasus kekerasan aktual yang melibatkan persengketaan konflik antara unsur aparat hukum dengan warga. Publik menilai performa TNI dan Polri masih jauh dari bentuk profesionalitas yang diharapkan sehingga kerap memicu berbagai tindak kekerasan di luar batas kewenangan mereka. Dimensi penegakan hak-hak sipil politik juga acapkali terbentur dengan kerja-kerja intelijen yang masih bergerak di luar koridor hukum, seperti yang terjadi dalam kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib. Padahal negara membutuhkan intelijen yang efektif demi kepentingan keamanan nasional, sambil terus menjaga akuntabilitas dalam kerangka demokrasi dan rule of law.

Kekerasan yang kian beranak-pinak dalam wujud pertikaian antar warga sipil juga menjadi catatan kelam yang terjadi sepanjang tahun 2008. Perlindungan terhadap hak-hak dasar yang otentik belum kunjung terpenuhi, dengan diimitasinya perilaku lama para aktor pertahanan dan keamanan dalam struktur sosial masyarakat. Premanisme atas nama politik ketuhanan berhasil menciptakan teror, penganiayaan dan intimidasi di tengah masyarakat. Situasi sosial politik kekinian Indonesia tersebut telah menimbulkan kekhawatiran dari banyak pihak khususnya dunia internasional yang memandang pentingnya penghargaan hak asasi manusia dalam proses berdemokrasi.

Hingga kini, isu hak asasi manusia masih dirasa sepi menjadi agenda politik partai politik/caleg atau capres. Keberadaan caleg dari kalangan gerakan diharapkan dapat membawa angin segar bagi perluasan perjuangan HAM di jantung kekuasaan. Hadirnya generasi-generasi baru pembawa pesan kemanusiaan dan perubahan di parlemen diharapkan bisa mempergunakan momentum politik demi kemajuan penegakan hak asasi manusia. Sejauh mana harapan itu terwujud sangat ditentukan oleh konsistensi, kompetensi caleg-caleg dari kalangan gerakan tersebut memainkannya. Akankan mereka melanjutkan agenda terdahulu atau berubah menjadi mesin politik, tentu waktu yang akan menjawab.

Nach, dalam rangka mencari caleg atau bakal anggota legislatif yang pro-HAM, teman-teman dari Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan [KONTRAS] mengadakan suatu rangkaian kegiatan dialog interaktif bersama para calon potensial anggota DPR RI periode 2009-2014 mendatang guna membuka ruang komunikasi dengan para caleg DPR tertentu, sekaligus sebagai inisiasi relasi baru antara berbagai komunitas korban pelanggaran HAM dan publik umum dengan para caleg tersebut.

Para narasumber yang merupakan caleg DPR RI akan mempresentasikan agenda hak asasi manusia dan topik kemanusiaan yang relevan lainnya. Diharapkan para caleg bisa memaparkannya dalam berbagai dimensi seperti agenda promosi hak-hak sipil-politik, atau hak-hak ekonomi sosial budaya, atau agenda akuntabilitas negara terhadap kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu, atau reformasi legislasi-institusional yang dianggap penting dan akan dijadikan agenda prioritasnya sebagai calon legislator.

Acara yang akan terus dilaksanakan hingga akhir masa kampanye Maret 2009 ini diharapkan dapat lebih membantu rakyat, termasuk saya, untuk dapat lebih mengetahui siapa dan bagaimana kapasitas caleg yang akan mereka pilih. Jangan sampai salah pilih, apalagi memilih caleg yang [pernah] terlibat pembunuhan maupun melakukan pelanggaran HAM lainnya. Oya, jikalau tertarik untuk datang melihat dan berdialog dengan para caleg yang diharapkan benar-benar pro-HAM ini, silahkan datang ke kantor KONTRAS di Jl. Borobudur No. 14, Menteng, Jakarta. Sesi ke-2 dari acara ini akan diadakan Kamis besok, 26 Februari mulai pukul 10 pagi hingga selesai.

February 24, 2009

Mata Jendela


Sebuah taman sore hari
Dari sayap-sayap burung kecil itu,
Berguguran sepi, sepiku,...
Saat terhenti di sebuah taman kota ini,
Daun jatuh diatas bangku, bagai mimpi

Diantara datang dan suatu kali pergi
Beribu lonceng berbunyi
Kekal sewaktu bercakap kepada hati
Lalu kepada bumi. Disini aku menanti. 

[Sapardi Djoko Damono] 

February 17, 2009

"Milis Kawincampur" bagi Pasangan Beda Agama

Pada tanggal 1 Maret 2005 lalu, bersama seorang teman, Arum Widati, kami berdua membidani kelahiran jaringan Milis kawincampur. Milis ini kami dirikan atas dasar pengalaman pribadi kami sebagai pasangan beda agama, terutama bagi diriku dan pasangan yang baru saja melangsungkan pernikahan kami, fakta yang kami temui saat hendak melakukan persiapan pernikahan beda agama ternyata sangat sulit dan berliku-liku. Bahkan hanya untuk sekedar mencari informasi saja, kami merasa begitu dipersulit oleh berbagai pihak yang menentang, atau yang memilih "diam". Ruang untuk sekedar berdiskusi dan "bernegosiasi" pun saat itu seakan sengaja ditutup rapat-rapat. Seakan suatu hal yang sangat tabu untuk membicarakan apalagi melakukannya. Padahal fakta menunjukkan bahwa pernikahan beda agama lazim dan sangat mungkin terjadi, dan sepatutnya tidak layak hanya menjadi sekedar wacana.

Suatu hal yang patut disyukuri kelahiran jaringan ini ternyata membawa banyak manfaat, paling tidak bagi mereka yang hendak melakukan pernikahan beda agama, atau sekedar mencari informasi, atau bahkan bagi mereka yang hendak belajar lebih dalam mengenai pluralisme dalam kehidupan pernikahan. Mendekati ulangtahun milis kawincampur yang ke 4 pada tahun ini, jaringan ini telah beranggotakan sekitar 300 orang yang tersebar hampir diseluruh Indonesia. Perjalanan kehidupan jaringan ini juga cukup produktif dengan telah secara aktif mengadakan pertemuan rutin tahunan dengan para anggotanya, dimana ternyata juga mengundang simpati dari berbagai pihak baik dari kalangan akademisi maupun lembaga besar seperti Komnas HAM, The Wahid Instutitute, Indonesian Conference on Religion and Peace [ICRP], Yayasan Percik, dsb. Bahkan berdasarkan pengalaman anggota jaringan ini, telah melahirkan beberapa buku terkait pernikahan beda agama, baik yang dibuat oleh Komnas HAM, maupun yang baru saja lahir, buku Kado Cinta Pasangan Beda Agama, karya Achmad Nurcholish. Anggota milis kawincampur juga kerap diundang untuk berbagi pengalaman dan pandangannya dalam beberapa forum diskusi, termasuk yang diadakan oleh pihak gereja batak yang terkenal keras dan juga radio besar seperti Radio 68H. Konsultasi terkait lika-liku nikah beda agama juga kerap difasilitasi oleh para anggota milis ini.

Jika pada awalnya milis ini dikomandani hanya oleh dua orang moderator [Arum dan Lia], saat ini beberapa orang teman yang juga pelaku pernikahan beda agama turut menggawangi milis ini. Ada Stella Hutagalung, Wahyu Handoko, Adi Abidin, Ari Perdana, dan juga penulis buku Kado Cinta Pasangan Beda Agama yakni mas Ahmad Nurcholish. Jika anda ingin bergabung dengan milis ini silahkan mengirimkan email kepada kami di: kawincampur-subscribe@yahoogroups.com Berkat dukungan teman-teman tersebut, milis ini telah melebarkan sayapnya dengan membuka jaringan serupa di http://www.facebook.com/ dengan nama Indonesian Interfaith Couples.

Mengutip perkataan seorang teman, Ari Perdana, "It's a long, difficult fight to convince other people, especially our family. Tetapi bukan tidak mungkin." Maka mudah-mudahan keberadaan jaringan ini mampu memberikan pencerahan bagi yang sedang mencari informasi dan membuka jalan bagi mereka yang berniat melangsungkan pernikahan beda agama, mampu memperluas cakrawala pemikiran dengan semangat pluralisme dan toleransi melalui hubungan antar umat beragama dan pernikahan beda agama, serta pada akhirnya dapat mengadvokasi perubahan pada UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 yang mampu membuka ruang yang lebih mudah dan terbuka bagi penerapan hak asasi manusia di Indonesia, yakni untuk dapat menikah, dan diakui keberadaannya oleh negara dan masyarakat sekalipun berbeda agama dan keyakinan.

Kenapa takut untuk "berbeda" ? Kenapa ragu untuk melakukan suatu "perubahan", jikalau memang meyakini demi kebaikanlah pada akhirnya semua itu bermuara ? Dan sekali lagi, jika sungguh atas nama ketulusan cinta, maka seharusnya ia tak pernah dipersalahkan, apalagi diharamkan.

February 16, 2009

Antara Cinta & Perbedaan

[let us dance, let us celebrate love, life,
and give thanks for those miracle from GOD]

Sayangku, saat berada dalam dekapanmu malam ini, teringat aku betapa susah payahnya kita dulu untuk bersatu. Perbedaan agama diantara kita membuat keluarga kita meradang. Dan memaksa kita untuk berpisah. Keluargaku yang sangat "kristeni", dan keluargamu yang sangat "islami".

Masih teringat saat mereka dulu meminta kita untuk berpisah, dan berkata agar tak pernah kita berpikir untuk dapat menikah. Mereka bilang tidak akan ada "ruang" untuk kita. Tidak akan ada "restu" untuk kita.

Aaah sayangku, teringat aku betapa "tertekan"nya kita dahulu. Salahkah kita untuk saling mencintai ? Salahkah kita memiliki kerinduaan untuk mengukuhkan ikatan cinta kita dalam suatu mahligai pernikahan ? Salahkah kita memiliki kerinduan untuk dapat tinggal bersama dalam suatu ikatan resmi, dimana keberadaan kita diakui sebagai pasangan yang "legal" ?

Aaah sayangku, betapa saat itu begitu sulitnya bagi kita untuk meyakinkan mereka, bahwa kita sungguh saling mencintai dan bahwa sesungguhnya cinta tidak dapat dipaksa, sebagaimana cinta juga tidak dapat memaksa...betapa kecewanya kita saat itu melihat suatu kenyataan ternyata mereka tidak perduli dengan kebahagiaan kita, bahwa mereka lebih mengutamakan "image" masing-masing keluarga kita dimata masyarakat, maupun dimata agama itu sendiri yang begitu "kristeni" dan begitu "islami"...

Aaah sayangku, salahkah kita saat itu dan saat ini karena cinta ini ? ataukah mereka yang salah karena tak dapat menerima keberadaan dan cinta kita ? ataukah masyarakat luar sana yang salah karena membuat keluarga kita tak dapat menerima kita ? ataukah justru agama kita itu yang salah ?

Yang kutahu dulu dan kini, bukan DIA sang pencipta semesta yang bersalah. Karena DIA memandang kita semua sama. Karena DIA tidak pernah mengkotak-kotak umatNya...Karena DIA adalah Sang Sumber Cinta....sehingga seharusnya, semua atas nama cinta, tak pernah salah....

Empat tahun telah bersama kita arungi lautan cinta kita, sayangku. Cinta memampukan kita untuk dapat mengukuhkan ikatan ini....meski ada begitu banyak airmata, kesedihan dan juga pengorbanan. Dan karena cinta, sebagian "mereka" kini telah dapat menerima keberadaan kita. Dan sebagian lagi dari mereka ??? Sesungguhnya tak pernah jemu "cinta" mencoba menggapai mereka....semoga satu hari nanti, semua "mereka" dapat berkumpul bersama dan berganti menjadi "kami"....karena cinta, kami bersama......aah, indahnya !

Sayangku, terimakasih untuk tetap mencintaiku. Semoga cinta kita senantiasa membawa damai dan berkat bagi kita, dan juga bagi mereka. Semoga cinta kita mampu mempersatukan semua perbedaan kita, perbedaan mereka. Dan semoga semua cinta di muka bumi ini, sanggup menyatukan semua perbedaan dimuka bumi ini. Yaa sayangku, aku percaya semua ini mungkin terjadi. Karena kuncinya, ada pada saling mencintai antara semua "kamu" dan semua "aku".

Aaah, terimakasih cinta....

February 15, 2009

Sunset @ Kuta Beach, Bali


Melewati suatu sore, suatu senja di Pantai Kuta. Ada semburat merah jingga di langit. Terbentang seluas samudera sepanjang mata memandang. Buih ombak bergelung-gelung. Menawarkan sejuta sensasi saat berdiri diatas hamparan putih pasir pantai yang begitu lembut bagai permadani persia. Aroma air laut dan semilir angin membelai wajahku....membuatku terdiam.... 

Sejenak aku memandang keindahannya. Menganggumi semburat rona wajahnya. Dan kubertanya, untuk siapakah merah jingga dilangit sore ini ? Untukku kah yang sedang dimabuk cinta, atau milik dia yang sedang duduk termenung disudut sana, ataukah milik ibu berkain batik yang menawarkan jasanya pada para turis, ataukah milik mereka kaum berpunya yang sedang berpesta di sudut cafe seberang pantai ini ???

Siapakah  yang telah membayarnya sehingga merekah begitu indah sore ini ? Dan siapakah yang telah menawan hatinya sehingga tak tersembunyi lagi raut cantik wajahnya ? 

Milik siapakah senja sore ini di Pantai Kuta, Bali ? Kamu atau aku ??? 

Hunting for Balinese "Babi Guling"



Pork lover said that Bali is one of the heaven to find especially roasted suckling pig, or Babi Guling [or I used to say it, Bagul].  Its a whole pork rubbed down and stuffed with mixture of Balinese spices including shallots, garlic, ginger, turmeric, galangal, pepper coriander, candlenuts, chilies, and lemongrass before being roasted over an open fire for up to five hours. 

So as requested by my hubby on his birthday's wish, we went to Bali this week. Just to find this best Bagul in town. Some of our friends recommended to find it in Ubud. They said that one of Bali best rated for suckling pig is Babi Guling Ibu Oka. And while staying in Bali, we found that most of the Balinese people will ussually mention this place when they are being asked where to find best babi guling in town.  After driving about 1.5 hours from Kuta area, we finally arrived at Warung Babi Guling Ibu Oka. Its easy to find. We just need to find Ubud local traditional market, about 200 meters you will find Puri Ubud, and Warung Ibu Oka's located in front of the Puri. 

A portion of Nasi Babi Guling Special will cost you about Rp. 25 thousand. It consists of steaming hot rice, with a huge chunk of tender, succulent, melt in your mouth pork, along with its crunchy skin with other accompanying side dishes on a wax paper lined wicker basket.  I honestly not really think something so special about this Ibu Oka's. I feel its too much oily, and not too crunchy as I liked. But still I quite enjoyed this meal, especially after we asked for extra sambal matah, a Balinese chili,  I can see my hubby, sista and in law are enjoying their food. 

Hunting for food, that's our theme during this Bali's visit. So the next day we were continuing our suckling pig hunting. This time to Denpasar area, where you can find Babi Guling Chandra. Their stall is located at Jl. Teuku Umar, Denpasar, nearby the Dunkin Donuts around the roundabout. Its easy to miss it if you are not familiar with the areas as its quite hidden, with a few tables with outdoor umbrellas on the outside only. Unlike Ibu Oka's, the trademark roasted pig is not displayed as they have already chopped it up and plates of pork, skin and other condiments can be seen behind the glass cabinets. 


While the waitress were preparing the main platter, soto soup, along with a plate of white rice is first served. The hearty broth is redolent with garlic, and turmeric and bits of ribs and friend shallots floating in it. Yeacch...tummy warning indeed ! 


At this warung, they served their babi guling special separated from the dishes. And I really like it ! Their pork satay was excellent ! oya, the price is similar with Ibu Oka. A must to try for those pork lover, especially for suckling pig hunter :) 

Walk in Love


When you walk in love, you are patient, because love is patient. When you walk in love, you are kind, because love is kind. When you walk in love, you are not envious, because love does not envy. When you walk in love, you do not boast, because love does not boast. 

When you walk in love, you are not proud, because love is not proud. When you walk in love, you are not rude, because love is not rude. When you walk in love, you put yourself aside to help others, because love is not self seeking. When you walk in love, you are not easily angered, because love keeps no records of wrong. When you walk in love, you hate evil, but you rejoice in the truth. 

A reminder to my self today, in celebrating today's valentines day...keep walking in LOVE...

February 4, 2009

Jika Rakyat "Mengamuk"....

Ratusan massa pagi tadi "mengamuk" di Gedung DPRD Sumatra Utara. Awalnya kerumunan massa berjumlah 750 orang berdemonstrasi menuntut agar DPRD membuat rekomendasi kepada DPR-RI tentang pemekaran wilayah Tapanuli. Namun entah "kerasukan" atau memang beginilah gambaran rakyat jika "terprovokasi", aksi demo yang dipimpin oleh Chandra Panggabean, juga seorang anggota DPRD Sumut dan orator Germok Samosir, berubah menjadi anarkis seiring dengan semakin bertambahnya jumlah massa yang bergabung, belakangan diperkirakan hingga berjumlah 2,000 orang. 

Siapa yang jadi korban amukan rakyat ? Ahh...malang benar nasip sang Ketua DPRD, Abdul Aziz Angkar. Almarhum yang saat demonstrasi berlangsung sedang memimpin rapat dengan Sekda Sumut akhirnya menjadi korban "amukan" ribuan massa. Setelah sebelumnya pingsan dan mengalami serangan jantung yang diduga akibat pemukulan oleh massa yang mengamuk, beliau akhirnya menghembuskan nafas dalam perjalanan menuju RS Gleni. 

Turut sedihkah anda mendengar berita mengenaskan ini ? 

Saya...sangat amat bersedih ! Inikah perwakilan gambaran mental sekaligus perilaku rakyat negeriku ? Kasar. Mudah naik pitam dan main hakim sendiri. Mudah terprovokasi. Mudah dihasut. Senang main keroyok. Tidak punya kasih apalagi kesabaran. Malukah kita dengan kejadian memalukan sekaligus memilukan ini ? Saya amat sangat malu ! Apalagi ada darah batak mengalir dalam diri saya [orang Sumatera Utara masih identik orang batak kan ???]. Lebih malu lagi karena selama ini saya selalu membanggakan negeri saya ini sebagai negara "beragama". Khususnya dikalangan teman-teman bule saya. Saya merasa negeri saya jauh lebih baik dibanding negara mereka. Kebanyakan teman bule saya itu tidak beragama. Tidak pernah melakukan ritual keagamaan sekhusyuk yang saya dan rakyat negeri ini selalu lakukan, ...dimana gereja, mesjid, dan berbagai bangunan peribadatan begitu mudah ditemui...hanya selemparan batu begitu kata teman bule saya pernah mengomentari, dan tidak pernah sepi....setiap hari selalu ada rangkaian ibadah....haram hukumnya dinegeri ini bila rumah ibadahnya dibiarkan kosong-melompong....[bisa terkena tuduhan aliran sesat !]....oya, sangkin beragamanya rakyat negeriku, pemerintahnya bahkan menetapkan begitu banyak libur nasional terkait perayaan keagamaan dalam setahun ....produktivitas tidak terlalu dipermasalahkan dinegeri ini....yang diutamakan adalah jaminan agar rakyatnya bisa menjalankan ritual keagamaannya.....hmm, tidakkah ini menunjukkan rakyat negeri ini sungguh sangat "beragama" ? 

Lalu, jikalau keagamaan telah sebegitu lekatnya pada diri rakyat negeri ini, salahkah bila kemudian kita berharap dapat melihat gambaran kualitas positif yang dipancarkan melalui sikap dan tindakan manusianya ? Bukankah kebaikan, kesabaran, kasih dan ketulusan adalah inti dari setiap ajaran agama ? Namun kenapa hal ini tidak terlihat pada peristiwa yang terjadi hari ini, bukankah mereka yang berdemo itu juga manusia Indonesia yang beragama [karena kalau tidak beragama, katanya tidak layak menjadi warga negara Indonesia !] Lalu, apakah hanya karena aspirasi dan keinginan mereka yang tidak terpenuhi, maka tindakan anarkis dibenarkan ? [Oya, merusak gedung DPRD, menghancurkan pagar pembatas, melempari, memukuli, dan hal-hal lain yang tertangkap kamera terjadi hari ini di gedung DPRD Sumut, termasuk tindakan anarkis kan ???] Kemana perginya ajaran moral keagamaan ? Ataukah, aah, ini yang menakutkan.....apakah agama ternyata tidak dapat memberikan kepastian akan sikap dan perilaku positif seseorang dan suatu negara ? 

Ataukah, lagi-lagi kemiskinan yang menjadi biang keladinya sehingga rakyat begitu mudah dihasut, dibodohi dan dimanfaatkan oleh mereka yang punya kepintaran, kekuasaan sekaligus kekayaan ???

Apapun itu, hari ini satu anak Indonesia telah menjadi korban. Selayaknya hal inipun menjadi catatan buat mereka yang berambisi meraih kursi di DPR maupun DPRD. Tidak mudah, bahkan ternyata sangat beresiko menjadi anggota dewan perwakilan rakyat di Indonesia ! Salah-salah nyawa melayang seperti halnya sang Ketua DPRD Sumatra-Utara. Wakil rakyat yang "dikorbankan" rakyatnya sendiri ! Barangkali kedepannya setiap anggota dewan perwakilan rakyat dan pejabat publik juga harus memiliki kualifikasi dan kemampuan dalam menghadapi kerusuhan massa. Saatnya belajar ilmu beladiri ? Atau seni menghindari kerumunan massa ? Oya, juga yang tidak kalah penting, seorang wakil rakyat dan pejabat publik mutlak memiliki kondisi kesehatan yang sangat prima, sehingga tidak mudah terkena serangan jantung saat situasi sulit dan mencekam datang menghadang !